[ad_1]
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di New York akhirnya berhasil bertemu langsung dengan M dan N, 2 WNI korban kekerasan di Philadelphia. Pertemuan yang berlangsung di Capriccio, café di tengah kota Philadelphia, pada Selasa pagi, 29 Maret itu berlangsung hangat.
Arifi Saiman, yang didampingi istri dan Oki Yanuar, Fungsi Konsuler KJRI, menyatakan keprihatinan terhadap kekerasan yang terjadi dan menegaskan bahwa pemerintah Indonesia siap membantu kedua WNI tersebut dalam menindaklanjuti penyelidikan kasus tersebut.
Seperti diberitakan oleh banyak media, termasuk Indonesian Lantern, dua remaja Indonesia dilaporkan telah diserang secara fisik dan verbal oleh sekelompok remaja, ketika sedang menunggu kereta api bawah tanah di Stasiun City Hall, Philadelphia pada Minggu (21/3).
M dan N menyatakan bahwa mereka sedang menunggu kereta, ketika tiba-tiba diserang oleh sekelompok remaja, sekitar 15 orang, yang saat itu juga sedang menunggu kereta. “Mereka tiba-tiba mendekati kami, berbicara dengan kata-kata kasar and then slap our faces,” ujar M dengan Bahasa Indonesia bercampur Inggris. Remaja yang masih duduk di kelas 12 di sebuah SMA itu merasa sangat syok, dan berusaha menghindar, tetapi kelompok itu terus mengepung mereka.
“Setelah mereka menampar bagian kanan wajah teman saya dan ia menangis, yang lainnya malah memukuli bagian kiri kepala saya berkali-kali,” ujar gadis berambut warna-warni itu dengan suara pelan.
Mereka menambahkan, serangan mungkin bisa berlanjut terus jika 2 orang Asia lainnya yang ada di situ, dan ternyata juga WNI, yaitu SN dan pacarnya S, tidak segera merekam kejadian dengan kamera ponsel mereka.
“Sebetulnya kami yang duluan menunggu kereta juga sempat diganggu, tapi kami menghindar dan saya terus memelototi dan menjawab pertanyaan mereka dengan suara keras, ujar SN yang bertubuh tinggi besar itu.
SN dan S yang bekerja di dekat City Hall itu mengaku mereka sebetulnya berniat memesan Uber karena hari sudah cukup larut, sekitar pukul 8, tapi mereka memutuskan untuk naik kereta bawah tanah. “Untung kami ada di situ sehingga kami bisa membantu M dan N, “ tambah SN lagi.
Setelah mendengar langsung dari para korban, Randy Duque menyatakan bahwa sebetulnya peristiwa itu bisa diangkat menjadi peristiwa criminal,’ karena kedua korban sudah disentuh secara fisik. Ini bukan sekedar bias ataupun bullying biasa,” tegasnya.
Randy yang keturunan Philippina ini menegaskan bahwa pemerintah Philadelphia menangani kejadian ini dengan serius, bekerjasama dengan pihak kepolisian.” Saya sudah berbicara langsung dengan mereka, mereka sedang meneliti bukti-bukti video yang ada,” tambah pria yang sempat berkarir di bidang militer ini.
Menurut Randy, tidak semua insiden bermotif rasial bisa dimasukkan ke kategori kejahatan rasial. “dari 28 laporan yang masuk di th 2020, 8 di antaranya masuk criminal dan sudah ditangani kepolisian, sisanya adalah kasus kebencian dan bias Anti Asia,” tambahnya.
Menanggapi Randy, M dan N menyatakan siap melaporkan kejadian ini kepada polisi. Mereka mengaku sempat ragu dan takut, tetapi mereka ingin agar kejadian ini tidak berulang. Mereka mengaku senang bisa berbicara langsung dengan pihak pemerintah Philadelphia, dan juga pemerintah Indonesia, mengenai kasus mereka.
Endang Arifi, yang merupakan anggota Kepolisian RI dan sempat menjabat sebagai Kapolsek di suatu wilayah di Jakarta-kini sedang cuti karena menemani tugas suami, ikut menghimbau agar para korban melaporkan kejadian ini kepada polisi Philadelphia.” Ini penting sekali agar polisi bisa bertindak lebih cepat, juga untuk menghindari terjadinya kasus seperti ini lagi,” himbaunya.
Dalam kesempatan ini Arifi Saiman menegaskan bahwa WNI tidak khusus disasar dalam kejadian ini. “Kalau kita perhatikan datanya, kejadian ini menimpa banyak orang Asia Timur, yang mirip Cina, tetapi tidak terjadi pada orang Asia lain seperti orang India atau Pakistan,” jelasnya.
Arifi menegaskan bahwa pemerintah Indonesia terus memantau maraknya kasus kekerasan rasial terhadap orang Asia di Amerika. “Tapi kami juga minta agar semua bersikap bijaksana dalam menanggapi masalah ini, agar tidak memperkeruh suasana,” tambahnya.
M dan N sendiri merasa bahwa kasus ini bermotif rasial karena saat kejadian itu hanya mereka yang orang Asia, yang lainnya semua berkulit hitam. Setelah kejadian berlangsung mereka baru tahu bahwa ternyata permainan “Slap An Asian” sedang marak di luar sana.”Saya baru tahu setelah kejadian, setelah teman-teman memberitahu saya,” ujar M.
Di akhir acara Arifi Saiman memberi paket souvenir sebagai tali kasih kepada M, N SN dan S. “Kami juga berterima kasih kepada Indonesian Lantern yang membantu menghubungkan kami dengan para korban sehingga pertemuan ini bisa berlangsung,” tambah Arifi. (Indah Nuritasari)
[ad_2]
Sumber Berita