Revisi UU KPK: Mengenal Hakim Wahiduddin Adams yang Pilih Dissenting Opinion

[ad_1]

TEMPO.CO, Jakarta – Hakim Mahkamah Konstitusi Wahiduddin Adams menyatakan gugatan formil Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi seharusnya dikabulkan. Namun dia hanya satu dari sembilan hakim MK yang mengadili gugatan dan menyatakan hal itu terhadap revisi UU KPK.

Mayoritas Hakim MK menyatakan menolak seluruh gugatan yang diajukan Tim Advokasi UU KPK yang beranggotakan Agus Rahardjo dkk. Wahid sendirian menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat dengan hakim lain.

“Berdasarkan argumentasi sebagaimana diuraikan di atas saya berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya mengabulkan permohonan para pemohon,” kata dia saat membacakan pandangannya dalam sidang putusan, Selasa 4 Mei 2021.

Mengutip profilnya dari mkri.id, Wahid lahir di Desa Sakatiga, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan pada 17 Januari 1954. Dia mengenyam ilmu Peradilan Islam, di Fakultas Syariah di Institut Agama Islam Negeri Jakarta. Ia melanjutkan pendidikan untuk meraih gelar doktor dari universitas yang sama. Gelar Sarjana Hukum dia peroleh dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah pada 2005.

Pada 1981, Wahid memulai kariernya di Kementerian Hukum dan HAM yang dulu bernama Departemen Kehakiman. Dia bekerja sebagai pegawai di Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman RI. Selama empat tahun ia menjadi pegawai, kemudian ia naik jabatan menjadi Kepala Sub Bidang Hukum Sektoral di tempat yang sama hingga tahun 1989. Jabatannya tertingginya adalah Direktur Jenderal Perundang-undangan pada 2010 sampai 2014.

Selain berkarier sebagai birokrat, Wahid juga aktif di sejumlah organisasi. Dia pernah menjabat Ketua Dewan Perwakilan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) selama tiga tahun. Selain itu, ia sempat menjadi anggota Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Kemudian, menjadi Ketua Bidang Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Wakil Sekretaris Dewan Pengawas Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).

Wahiduddin Adams akhirnya menduduki kursi hakim konstitusi pada 2014 dengan masa jabatan hingga 2019. DPR kembali memilihnya untuk periode kedua 2019-2024 pada 9 Maret 2019.

Dalam sidang putusan gugatan UU KPK kemarin, Wahid menyatakan proses revisi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK itu dilakukan dalam waktu singkat dan secara nyata telah mengubah postur, struktur, arsitektur, dan fungsi KPK secara fundamental. “Perubahan ini sangat nampak sengaja dilakukan dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat serta dilakukan pada momentum yang spesifik,” kata Wahid.

Dengan menyatakan bahwa UU KPK harusnya dibatalkan, ia berharap dapat menyiratkan pesan kepada pembentuk undang-undang dan masyarakat bahwa secara materiil terdapat gagasan yang baik dan konstitusional terhadap KPK dalam UU a quo. Ia mengatakan jika dibentuk dengan prosedur yang lebih baik, diharapkan kelembagaan KPK juga menjadi lebih bagus ketimbang periode sebelumnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak uji formil Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) atau revisi UU KPK. “Menolak pokok permohonan untuk seluruhnya,” kata Hakim Anwar Usman saat membacakan putusan pada Selasa, 4 Mei 2021.

Baca juga: Sidang UU KPK, MK: Penyadapan, Penggeledahan dan Penyitaan Tak Perlu Izin Dewas



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version