[ad_1]
Telegraf – Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan 60 persen responden beragama Islam mengaku tak percaya pada isu kriminalisasi ulama. Kendati, ada banyak pihak yang masih percaya isu ini.
Pertanyaan tersebut dilontarkan kepada responden terkait sejumlah peristiwa terkait ormas yang sudah dinyatakan terlarang, Front Pembela Islam (FPI).
“Ada opini yang berkembang bahwa pemerintah mengkriminalisasi ulama. Terhadap opini ini 60 persen dari umat Islam tidak setuju. Tapi cukup banyak yang setuju, ada 27 persen,” kata peneliti SMRC Saidiman Ahmad dilansir dari kanal Youtube SMRC TV, Rabu (07/04/2021).
Saidiman mengatakan survei menemukan 60 persen responden tidak percaya dan sangat tidak percaya bahwa pemerintah sering menjadikan ulama sebagai orang yang melakukan pelanggaran hukum.
Sementara 27 persen responden mengatakan sangat percaya dan percaya, serta 13 persen responden tidak tahu atau tidak menjawab.
Survei juga mendapati 32 persen responden muslim percaya dan sangat percaya keinginan umat Islam sering dibungkam pemerintah.
Sedangkan, 54 persen responden mengaku tidak percaya dan sangat tidak percaya, serta 14 persen respon tidak tahu atau tidak menjawab.
Selain itu survei juga menanyakan pendapat responden muslim bahwa dakwah Islam sering dibatasi oleh pemerintah.
Jawabannya, 32 persen responden sangat percaya dan percaya, 54 persen tidak percaya dan sangat tidak percaya, dan 13 persen tidak menjawab.
“Secara umum umat Islam merasa punya kebebasan untuk kegiatan keagamaan mereka, tapi cukup banyak yang tidak merasa demikian,” lanjutnya.
Sebanyak 50 persen responden muslim menyatakan tak setuju dan 5 persen mengaku sangat tidak setuju pada wacana izin dari Pemerintah bagi pendakwah. Sementara, ada 35 persen yang setuju dan 3 persen sangat setuju pendakwah perlu izin dari Pemerintah.
“Umat Islam umumnya (55%) bersikap bahwa dakwah tidak harus mendapat izin dari pemerintah,” katanya.
Diketahui, frasa ‘kriminalisasi ulama’ sempat jadi tren jelang Pilpres 2019. Pada masa itu, sejumlah pihak oposisi yang banyak diisi aktivis bernuansa keagamaan menjalani proses hukum terkait sejumlah kasus.
Hal itu antara lain dilontarkan oleh politikus senior Amien Rais saat bicara soal kasus percakapan pornografis yang menjerat Rizieq, pada 2017; FPI dan politikus Gerindra Fadli Zon dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oleh penceramah Bahar Smith.
Tak ketinggalan, mantan calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, yang kini menjadi Menteri Pertahanan, pernah melontarkan isu kriminalisasi ulama terkait proses hukum kasus dugaan pencucian uang terhadap Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Bachtiar Nasir, pada 2019.
Survei ini sendiri dilakukan terhadap 1.064 responden dengan wawancara tatap muka yang dilakukan pada 28 Februari-8 Maret 2021 dengan margin of error kurang lebih 3,07 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Mayoritas Ingin FPI-HTI Dibubarkan
Sementara itu hasil survei yang dilakukan terkait HTI dan FPI juga menunjukkan hasil, bahwa mayoritas warga setuju dengan keputusan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).
Saidiman Ahmad menjelaskan, hasil survei, pihaknya menemukan 32 persen warga mengetahui dan pernah mendengar perihal HTI.
“Dari 32 persen yang tahu, kita tanya lagi, apakah bapak/ibu tahu HTI telah dilarang, dari 32 persen yang tahu, ada 76 persen yang tahu HTI dilarang,” paparnya.
Ia menjelaskan, 76 persen warga yang tahu itu sama dengan 24 persen dari populasi. Lalu dari 24 persen itu, responden ditanya soal sikapnya terkait tindakan pemerintah melarang atau membubarkan HTI.
“Hasilnya 79 persen menyatakan setuju, 13 persen tidak setuju. Itu artinya 19 persen dari populasi setuju, sementara yang tidak setuju ada 3 persen dari populasi,” ungkapnya.
Sementara untuk FPI, ia menyatakan ada 71 persen responden yang tahu dan pernah mendengar soal FPI.
“Dari yang tahu, kita tanya apakah bapak/ibu tahu bahwa pemerintah telah resmi bubarkan FPI dan melarang kegiatan FPI. Dari 71 persen yang tahu, 77 persen menjawab tahu FPI dilarang. Kalau dari populasi, ada 55 persen warga tahu FPI dilarang,” ujarnya.
Kemudian dari populasi yang mengetahui itu, ia menjelaskan ada 59 persen warga yang setuju dengan tindakan pemerintah membubarkan FPI.
“Dari 55 persen yang tahu pembubaran tersebut, 59 persen atau 32 persen dari populasi setuju dengan pembubaran FPI, dan 35 persen atau 19 persen dari populasi tidak setuju,” tandasnya.
Survei tersebut dilakukan terhadap 1.064 responden dengan wawancara tatap muka yang dilakukan pada 28 Februari-8 Maret 2021 dengan margin of error kurang lebih 3,07 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Photo Credit: Eks Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (tengah) bersiap menjalani pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu, 12 Desember 2020. ANTARA/Fauzan
[ad_2]
Sumber Berita