Tak Hanya Ganjar Pranowo, PDIP Juga Pernah Persoalkan Pencalonan Jokowi dan Ahok

[ad_1]

TEMPO.CO, Jakarta – PDIP telah meminta salah satu kader mereka, Ganjar Pranowo, untuk tidak mengambil langkah-langkah menjadi calon presiden atau Capres 2024. PDIP menilai Gubernur Jawa Tengah ini terlalu berambisi.

Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah, Bambang Wuryanto mengingatkan bahwa pencapresan merupakan wewenang Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Kalau memang hebat, kamu pasti dicalonkan sebagai presiden oleh Ibu Ketum,” kata Bambang ketika dihubungi pada Ahad, 23 Mei 2021. Bambang meminta Ganjar Pranowo fokus dengan tugasnya sebagai Gubernur Jawa Tengah.

Penolakan dari partai, sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Bahkan Presiden Joko Widodo dan Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, juga pernah tak direstui oleh PDIP.

Pada Pilkada DKI 2012, Ketua Dewan Pertimbangan PDIP Taufiq Kiemas, menyebut Jokowi bukan sebagai prioritas utama yang akan diusung partai.

Saat itu, meski tak resmi, suami Megawati ini menyebut lebih mendukung Fauzi Bowo dan Adang Ruchiatna sebagai calon partainya. “Dukungan PDIP harus ke Foke, dan wakilnya yang cocok ya Pak Adang,” kata Taufiq, seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 19 Maret 2012.

Saat itu, Jokowi yang merupakan Wali Kota Solo, memang telah masuk salah satu daftar pendek calon hasil penjaringan partai itu. Dalam pertemuan empat mata dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di kantor pusat PDI Perjuangan, Megawati juga disebut-sebut menolak usul tamunya untuk memasangkan Jokowi dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Meski begitu, pada akhirnya PDIP tetap melayangkan dukungannya pada Jokowi – Ahok pada 2012 silam. Langkah ini terbukti tepat setelah pasangan itu menang atas Fauzi Bowo yang akhirnya maju bersama Nachrowi Ramli sebagai wakilnya. Foke – Nachrowi diusung oleh Partai Demokrat.

Beberapa tahun setelahnya, PDIP juga sempat menolak usulan mengusung Jokowi sebagai Calon Presiden di Pilpres 2014. Saat itu, Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo menyebut salah satu alasannya adalah pemerintahan Jokowi di DKI Jakarta yang belum terlalu lama. “Menurut pendapat saya, biarlah Jokowi menyelesaikan janji-janjinya dulu membangun DKI,” kata Hasto dalam Koran Tempo edisi 8 Februari 2013 silam.

Tak hanya terjadi pada Jokowi, penolakan PDIP juga sempat dilayangkan pada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Pilgub DKI Jakarta pada 2016 silam. Saat itu kans Ahok sempat menyempit karena PDIP mulai menjajaki koalisi dengan partai lain untuk mencari calon lain.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan opsi untuk mengusung Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta sangat kecil. Alasannya, menurut Hasto, meski opsi tersebut muncul, kalangan internal PDI Perjuangan marah dengan ucapan Ahok pada 29 Juli 2016

Saat itu, Ahok secara tegas mengatakan tidak akan mendaftar ke PDI Perjuangan. Menurut Ahok, tanpa mendaftar ke PDIP, tiga partai pengusungnya, Partai NasDem, Partai Hanura, dan Partai Golkar, memiliki cukup kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta untuk mengusung dia maju pada pilkada 2017.

Padahal, berdasarkan keputusan Dewan Pengurus Pusat PDI Perjuangan, setiap calon Gubernur DKI Jakarta yang ingin mendapat dukungan dari partai itu harus mengikuti prosedur dan mekanisme penjaringan. Apabila Ahok ingin diusung PDI Perjuangan, dia harus ikut mekanisme tersebut.

Hasto menyayangkan sikap dan pernyataan Ahok itu. Menurut Hasto, hubungan antara Ahok dan partainya sudah menghangat, sehari sebelum Gubernur DKI itu sempat membicarakan pilkada dengan PDIP. “Momentumnya kurang dijaga dengan baik oleh Basuki,” ucap Hasto pada 8 Agustus 2016.

Baca juga: PDIP Jateng Serang Ganjar Pranowo, Pengamat: Ibarat Dijatuhkan Kawan Sendiri



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version