[ad_1]
Kebijakan migrasi penyiaran televisi dari analog ke digital, segera terealisasi. Rencananya, pemerintah akan secara resmi menghentikan siaran TV analog paling lambat pada bulan November 2022 mendatang.
Hal itu diungkapkan oleh ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, dalam paparannya melalui Diskusi Media (Dismed) Forum Merdeka Barat 9 bertajuk “Migrasi Penyiaran Digital, Menuju Masyarakat Informasi”, Kamis ( 17/12/2020 ).
Diskusi FMB9 tersebut menghadirkan narasumber, Direktur Penyiaran Kementerian Kominfo Geryantika Kurnia, yang mengulas berbagai isu penting terkait agenda migrasi analog ke digital. Bagaimana migrasi ini akan lebih memberi dampak positif bagi masyarakat dalam berbagai aspeknya. Optimisme ekonomi jelas tampak mengemuka.
Selain itu hadir pula Ketua Komisi Penyiara Indonesia Pusat (KPI) Agung Suprio, Anggota Komisi I DPR-RI Dave Laksono, serta Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia Syafril Nasution.
Migrasi Penyairan TV digital sesuai dengan rancangan aturan teknis, Lembaga Penyiaran Publik (LPP-red), Lembaga Penyiaran Swasta (LPS-red), dan Lembaga Penyiaran Komunitas, bahwa jasa penyiaran televisi wajib menghentikan siaran televisi analog paling lambat pada tanggal 2 November 2022 pukul 24.00 WIB.
Pemerintah telah mendorong ketentuan perihal migrasi analog ke digital. Salah satunya melalui legislasi Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yang kini telah diundangkan jadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. UU ini mendukung percepatan program transformasi digital nasional, yaitu migrasi penyiaran, penyehatan industri telekomunikasi, hingga optimalisasi spektrum digital dividen frekuensi radio.
Kebijakan migrasi analog ke digital, memunculkan harapan besar bahwa langkah ini dapat mendorong munculnya konfigurasi keberagaman pemilik, menghilangkan monopoli atau konglomerasi media, yang mana perubahan itu secara simultan juga diharapkan berdampak pada munculnya keberagaman konten dan perbaikan kualitas isinya. Di sini peran dan penguatan kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), menjadi salah satu kunci penting.
Kebijakan migrasi tersebut akan menjadi solusi mengatasi keterbatasan dan inefisiensi pada penyiaran analog. Optimalisasi dan efisiensi yang paling kongkret dalam dunia penyiaran adalah fakta bahwa satu kanal siaran dapat diisi dengan jumlah siaran yang lebih banyak.
Hal ini menciptakan apa yang disebut digital dividen, yaitu sisa frekuensi yang tidak lagi digunakan oleh TV, bisa digunakan untuk telekomunikasi. Dalam hal ini akan tercipta maksimalisasi penguatan internet 5G, transformasi digital atau layanan kebencanaan.
“Secara umum TV digital menjamin siaran yang jauh lebih berkualitas sehingga masyarakat bisa menikmati tayangan TV lebih jernih dan interaktif,” ujar Menkominfo.
Dengan beralihnya era analog ke digital, masyarakat dipastikan akan memperoleh keuntungan- keuntungan, seperti akses internet yang akan lebih cepat. Akses internet yang lebih cepat dapat terwujud karena adanya efisiensi dalam penggunaan spektrum digital dividen frekuensi untuk penyiaran.
“Kalau misalnya kita tetap berada di status TV analog, maka sangat boros penggunaan frekuensinya, tetapi ketika kita beralih ke digital maka kita bisa sepersepuluhnya menghemat frekuensi yang ada ini,” jelas Menteri Johnny.
Pun dengan infrastruktur penyiaran, menara pemancar, antena dan saluran transmisi, cukup menggunakan satu alat saja untuk melakukan banyak siaran secara bersama-sama.
Dengan migrasi analog ke digital tidak hanya membuat industri penyiaran televisi nasional tumbuh lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi, namun juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Hal itu seiring perbaikan kualitas internet sebagai salah satu fondasi Indonesia menuju Industri 4.0 dan percepatan transformasi digital nasional
[ad_2]
Sumber Berita