[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Survei Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) di 34 kota di Indonesia pada 8-15 April 2021 menemukan potret masyarakat saat ini yang semakin takut untuk menyatakan pendapat, berekspresi, berkumpul dan berserikat.
Peneliti LP3ES, Erwan Halil menjelaskan sebagian besar masyarakat sebanyak 52,1 persen setuju bahwa ancaman kebebasan sipil meningkat dan mengakibatkan meningkatnya ketakutan masyarakat dalam berpendapat, berekspresi dan berkumpul dan berserikat sebagai fondasi penting kebebasan.
“Kondisi ini juga diperkuat dengan kinerja sektor pemerintahan, dimana kebebasan berorganisasi / berpendapat mendapat penilaian publik hanya sebesar 59,2 persen,” ujar Erwan Halil lewat keterangan tertulis, Kamis, 6 Mei 2021.
Namun demikian meskipun memiliki ketakutan untuk berpendapat, masyarakat secara intens tetap masih mengikuti perkembangan informasi sosial dan politik melalui media massa dan sosial media.
“Temuan survei menunjukkan di masa pandemi Covid-19 ini publik tidak apatis dengan isu sosial politik. Melalui Media, masyarakat kita memberikan perhatian pada isu-isu yang dianggap penting seperti konflik Partai Demokrat, korupsi bansos, Asabri, bom bunuh diri Makassar, hingga kontestasi parpol serta kandidat capres menuju 2024,” ujar Erwan Halil.
Survei ini menggunakan sampel sebanyak 1.200 responden, terbagi secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih (penduduk usia dewasa) yang tercatat pada Pemilu 2019. Sampel ditentukan dengan acak bertingkat (Multistage random sampling). Margin of error: +/- 2,8 persen pada tingkat kepercayaan (level of confidence) 95 persen. Pengumpulan data dilakukan pada 8-15 April 2021, melalui wawancara tatap muka menggunakan kuesioner terstruktur.
Menanggapi temuan survei ini, Peneliti LIPI Firman Noor menyampaikan perhatian masyarakat pada isu-isu seperti konflik partai merupakan indikasi pentingnya memperkuat kelembagaan politik di tanah air.
“Perhatian yang besar dari masyarakat pada isu sosial dan politik sangat baik dalam membangun rasionalitas demokrasi,” ujar Firman Noor.
Untuk itu, lanjut dia, kelembagaan politik yang baik semestinya cenderung membangun sistem internal dibandingkan dengan figur politik, kaderisasi yang berlangsung terus-menerus, otonom/mandiri secara keuangan dan eksis dalam segala situasi.
DEWI NURITA
Baca: Survei LP3ES: Level Kepuasan Masyarakat Soal Kinerja Jokowi – Ma’ruf di Angka 6
[ad_2]
Sumber Berita