[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Hari ini, 12 Mei, 23 tahun lalu tragedi Trisakti menjadi salah satu pencetus gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa makin masif. Krisis moneter 1998 yang melanda dunia saat itu pun membawa dampak besar bagi Indonesia. Diawali dengan menurunnya nilai tukar mata uang rupiah yang merosot, sektor lain pun juga mulai berdampak. Sektor ekonomi dan perbankan membuat pasar modal dan pasar uang tersungkur, akibatnya sejumlah bank di Indonesia mengalami bangkrut akibat tingginya suku bunga.
Krismon 1998 juga menyebabkan harga jual barang naik gila-gilaan, kondisi tersebut diperparah dengan bangkrutnya sejumlah perusahaan berskala besar dan kecil, tercatat sebanyak 70 persen mengalami kebangkrutan di pasar modal akibat krisis moneter 1998 tersebut.
Sebanyak 20 juta orang menjadi pengangguran karena pelaku industri terpaksa melakukan PHK, Meledaknya jumlah pengangguran akibat PHK, dan mahalnya harga barang akibat mata uang rupiah yang anjlok menyebabkan daya beli masyarakat menurun, hal ini membawa dampak terhadap pendapatan per kapita tahun 1998 buncit menjadi 610 dolar AS. Meningkatkannya jumlah pengangguran secara massal ini memicu kesenjangan sosial sehingga terjadilah tragedi penjarahan serta isu rasisme. Selain dari sektor ekonomi, krisis moneter 1998 juga menyebabkan kekisruhan yang berujung dilengserkannya Presiden Soeharto.
Krisis moneter bermula pada pertengahan Juli 1997 akibat mata uang rupiah yang melemah, bahkan memasuki 1998, rupiah tak berdaya dan tersungkur di angka Rp16.800 per satu dolar AS, dan merupakan nilai mata uang rupiah paling rendah sepanjang sejarah perekonomian Indonesia. Berikut ini merupakan dampak krisis moneter yang terjadi di Indonesia, dirangkum dari berbagai sumber:
1. Kredit macet bank-bank Indonesia dan perusahaan kolaps
Banyak perusahaan yang gagal membayar utang mereka lantaran nilai rupiah yang melemah, akibatnya bank-bank di Indonesia mengalami kredit macet. Banyak bank yang terpengaruh akibat kredit macet dan tidak sedikit pula yang mengalami kerugian. Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah memutuskan untuk menggabungkan beberapa bank demi keselamatan ekonomi Indonesia.
Akibat rupiah yang melemah, perusahaan yang tidak bisa membayar hutang akhirnya kolaps, terutama perusahaan yang menggunakan bahan baku impor. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tinggi menyebabkan perusahaan-perusahaan harus mengeluarkan modal lebih banyak, terlebih mereka harus menggunakan dolar AS untuk bertransaksi. Sementara modal dari bank mengalami kredit macet, pada akhirnya perusahaan-perusahaan ini tidak dapat berproduksi karena bahan baku tidak dapat. Tidak ada produksi sama artinya tidak ada pemasukan, itulah sebabnya perusahaan tidak dapat membayar hutang dan berakhir bangkrut.
Masalah tidak hanya sampai di situ, karena bangkrut perusahaan-perusahaan tersebut terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK skala besar-besaran. Pengangguran di mana-mana dan angka kemiskinan meroket tajam.
2. Hilangnya kepercayaan investor asing
Untuk mengatasi krisis moneter, Pemerintah membuka pintu keran untuk investor asing yang ingin berinvestasi di perusahaan-perusahaan Indonesia. Pemerintah mencoba melepas nilai tukar mata uang rupiah saat itu sesuai dengan harga pasar dan diharapkan dapat memperbaiki nilai tukar rupiah. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, nilai kurs rupiah malah semakin meningkat dan mengkhawatirkan. Kondisi tersebut mempengaruhi kepercayaan binvestor asing yang berinvestasi di Indonesia. Investor asing tersebut berbondong-bondong meninggalkan Indonesia, akibatnya banyak perusahaan yang bangkrut karena kehilangan sumber modal dari investor asing.
3. Harga bahan pokok naik dan demi skala besar
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang tinggi mencapai Rp16.800 menyebabkan harga bahan pokok melonjak tajam, kondisi ini semakin memperkeruh keadaan setelah terjadinya PHK besar-besaran dan pengangguran bertebaran di mana-mana. Masyarakat yang tidak mampu membeli bahan pokok merasa marah dan akhirnya memicu kericuhan dan demo yang terjadi di mana-mana.
Demo skala besar terjadi di hampir seluruh Indonesia, sebagian besar diprakarsai oleh mahasiswa yang menuntut reformasi, penurunan Soeharto dari jabatan kepresidenan. Demo yang awalnya berjalan tertib, kemudian terjadi bentrok antara mahasiswa dengan aparat keamanan. Demo tersebut berlangsung cukup lama, dari pertengahan hingga menjelang akhir tahun 1998. Kerusuhan demo yang disebabkan oleh bentrokan antara mahasiswa dengan aparat tersebut menyebabkan 4 orang mahasiswa Trisakti kehilangan nyawa.
4. Penjarahan dan rasisme
Kemarahan masyarakat dilampiaskan kepada etnis Tionghoa, kecemburuan sosial membangkitkan isu rasisme yang muncul secara tiba-tiba. Masyarakat melakukan penjarahan terhadap toko-toko Cina, melakukan penyerangan secara bergerombol dan melakukan pelanggaran HAM berat. Penjarahan dan penyerangan terhadap etnis Tionghoa ini terjadi di berbagai kota di Indonesia. Aparat tidak berdaya membendung peristiwa tersebut, rakyat Indonesia pun sudah tidak lagi mempercayai pemerintah dan menuntut terjadinya reformasi.
5. Berakhirnya Orde Baru
Soeharto akhirnya mundur dari jabatan kepresidenan yang dipangkunya selama 32 tahun, dengan begitu berakhir era Orde Baru. Alasan utama Soeharto akhirnya mundur yakni tuntutan rakyat yang mengharap reformasi di segala bidang, serta permintaan pergantian kepemimpinan nasional.
“Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, kamis 21 Mei 1998,” ujar Soeharto, disadur dari buku Detik-detik yang Menentukan, Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, terbit 2006 karya Bacharuddin Jusuf Habibie. Era reformasi pun lahir.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: 23 Tahun Reformasi: 4 Penyebab Utama Krisis Moneter 1998, Nilai Mata Uang Anjlok
[ad_2]
Sumber Berita