[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Calon Gubernur Kalimantan Selatan Denny Indrayana mendatangi tiga instansi untuk mengadukan sejumlah dugaan kasus korupsi. Ketiga lembaga itu ialah Komisi Pemberantasan Korupsi, Otoritas Jasa Keuangan dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI).
“Menjelang pemungutan suara ulang (PSU) pemilihan gubernur Kalimantan Selatan pada 9 Juni 2021, makin banyak peristiwa yang mengindikasikan maraknya korupsi politik,” kata Denny melalui keterangan tertulis, dikutip Rabu, 26 Mei 2021.
Kepada OJK, Denny melaporkan dugaan kredit bermasalah. Ia mengatakan kredit yang terindikasi menyalahi aturan perbankan itu diberikan kepada grup usaha yang terafiliasi dengan oligarki politik tambang di Kalimantan Selatan dan Sulawesi. “Lebih detail soal ini tidak bisa disampaikan karena menyangkut kerahasiaan informasi perbankan dan lain-lain,” kata mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini.
Selanjutnya Denny melaporkan permasalahan dugaan politik uang dan pelibatan unsur pemerintahan desa, termasuk RT, di wilayah PSU kepada Bawaslu RI. Denny mengakui dugaan politik uang ini tak mudah dibuktikan lantaran banyak saksi yang takut memberikan keterangan.
Meski begitu, ia tetap membawa isu tersebut kepada Bawaslu RI. Denny mengatakan laporan tak disampaikan ke Bawaslu Kalimantan Selatan lantaran mereka selama ini hanya mendiamkan berbagai pelanggaran.
Denny berujar tidak profesionalnya Bawaslu Kalsel juga terbukti dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Nomor 83-PKE-DKPP/II/2021 tertanggal 19 Mei 2021. “Yang memutuskan semua komisioner Bawaslu Kalsel melanggar etik sebagai pengawas pemilu,” ujarnya.
Denny menduga paslon nomor 1 di Pilgub Kalsel Sahbirin Noor-Muhidin telah sejak lama melakukan pelanggaran politik uang dan pelibatan aparat pemerintahan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Menurut dia, mereka seharusnya sejak awal didiskualifikasi sebagai paslon cagub-cawagub Kalsel.
Denny Indrayana juga melaporkan beberapa dugaan korupsi di Kalsel ke KPK. Di antaranya dugaan korupsi program penghijauan oleh Dinas Kehutanan Pemprov Kalsel tahun 2017. Menurut Denny, dugaan kasus ini telah dilaporkan pada 2019 tetapi belum ada perkembangan.
Kasus lain yang dilaporkan ialah indikasi korupsi di pembangunan kawasan Kiram dan Gunung Mawar, Kabupaten Banjar. Ia mengatakan lahan yang seharusnya menjadi kawasan hutan lindung itu dialihkan menjadi pariwisata, bahkan dibangun masjid bambu dengan anggaran hampir Rp 12 miliar. Padahal, kata Denny, kawasan itu sepi penduduk.
“Singkatnya, kami melihat ada dugaan tindak pidana korupsi, perbankan, pemilu, bahkan perpajakan yang masif di Kalimantan Selatan yang melibatkan oligarki politik setempat, yang berkait erat dengan harus terjaganya PSU Pilgub Kalsel yang jujur dan adil pada 9 Juni nanti,” kata Denny. Denny Indrayana pun meminta KPK, Bawaslu, dan OJK mengambil langkah penindakan hukum yang tegas atas laporan-laporan yang dia sampaikan.
Tempo berupaya untuk mengonfirmasi ihwal dugaan Denny Indrayana kepada kubu Sahbirin Noor-Muhidin. Tempo menghubungi salah satu tim sukses sekaligus Sekretaris DPD Golkar Kalimantan Selatan Supian dan Sahbirin yang menduduki kursi Ketua DPD Golkar. Namun hingga kini belum ada tanggapan.
Baca juga: Peneliti Sebut Oligarki di Kalsel Sebabkan Masyarakat Tak Berani Mengkritik
BUDIARTI UTAMI PUTRI
[ad_2]
Sumber Berita