[ad_1]
Pria yang akrab disapa Romo Pascal menuturkan, pandemi Cobid 19 menghancurkan berbagai sendi kehidupan. Akibatnya, kekerasan semakin meningkat, karena kehidupan makin sulit dan tak menentu.
“Sering kali PMI (Pekerja Migran Indonesia) ilegal dan kekerasan dialami anak dan perempuan, permasalahan itu mereka hadapi sendiri,” katanya, Rabu (16/12).
Ia mengatakan tata kelola anggaran dan program selama ini belum menjawab permasalahan yang dihadapi PMI, maupun korban kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Hal itu karena tidak komitmennya pemerintah daerah. Lantaran sebagian besar pos anggaran telah tersedot terhadap penanganan virus Corona.
“Harapan kami peran aktif pemerintah daerah. Di Batam ada Perda no 5 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang, dan Perda Kota Batam No 2 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak,” ujarnya.
Romo mencatat kasus yang sedang ditangani Jaringan Peduli Migran, Perempuan dan Anak Batam berjumlah 184 kasus, korban anak 70 orang dan perempuan 132 orang.
Kasus-kasus tersebut mayoritas dialami perempuan dan anak, mulai dari kekerasan seksual, tindak perdagangan orang, kekerasan dalam rumah tangga, ekploitasi ekonomi, kekerasan fisik, penelantaran hingga PMI ilegal.
“Namun kebanyakan yang terjadi di Batam adalah kekerasan seksual dan perdagangan orang. Hal ini perlu komitmen bersama termasuk Dinas Sosial perlu tingkatkan pelayanan shelter,” tuturnya.
Romo Paskal juga merekomendasikan adanya pemberian layanan visum gratis bagi korban kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kepri khususnya Batam.
Reporter: Romus Panca
Editor: Anthony Djafar
[ad_2]
Sumber Berita