Karanganyar, Gatra.com- Aktivitas kurang bijak dalam memanfaatkan hasil hutan cenderung menurun berkat geliat bisnis pariwisata di lereng Gunung Lawu. Mereka yang biasanya membuat arang dan menebang pohon, direkrut untuk melayani wisatawan.
Wakil Ketua Asosiasi Pengelola Ekowisata Lawu (APeWL) Suparmin mengatakan sekitar 400-500 tenaga kerja resort dan obyek wisata di Tawangmangu hingga Ngargoyoso dari warga lokal. Para tenaga kerja ini dulunya mengandalkan penghidupan dari mengambil hasil hutan. Misalnya membuat arang, menjual kayu bakar hingga berburu.
“Sebanyak 400-500 orang warga lokal terserap. Ada yang dulunya mencari rumput, kini dijadikan tenaga keamanan atau Linmas di obyek wisata serta karyawan. Lalu menjaga parkir, kemudian diberi tempat berjualan UMKM. Di tempat saya, merekrut 170 karyawan dan tenaga lainnya dari warga setempat,” kata pemilik Lawu Park dan Sakura Hill itu kepada Gatra.com, Senin (7/6).
Mata pencaharian yang dulunya diakrabi masyarakat lereng Lawu, kini makin ditinggalkan. Selain pekerjaan yang diberikan pemilik bisnis pariwisata lebih menguntungkan, upaya tersebut berhasil meminimalisasi potensi karhutla. Dikatakan, pembuatan arang menjadi penyebab utama kebakaran hutan Lawu. Bara sisa pembuatan arang memicu kemunculan api. Lokasi pembuatan arang ini berpindah-pindah sehingga sulit terdeteksi.
Suparmin yang asli warga Blumbang Tawangmangu menceritakan dulunya warga menebang kayu hutan untuk dipakai mendirikan rumah. Namun sekarang mereka menyadari cara itu ilegal. Kini, material menggunakan batu-bata dan baja ringan.
Ia menyebut terdapat 15 obyek wisata telah beroperasi dari 21 kontrak swasta dengan Perhutani di lereng Lawu wilayah Tawangmangu dan Ngargoyoso. Ia mengatakan tata kelola hutan saat ini jauh lebih baik selama tiga tahun terakhir. “Sudah enggak ada yang bikin arang lagi. Tata kelola wisata memberi solusi problem kebakaran hutan,” katanya.
Sementara itu Wakil Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perhutani Surakarta, Susilo Winardi mengatakan telah memetakan potensi pemicu karhutla. Yakni aktivitas pengarang atau pembuatan arang manual, pembuatan perapian oleh pendaki gunung dan araman atau aktivitas pembakaran rumput. “Kita mengajak seluruh masyarakat dari berbagai lapisan untuk menjaga Lawu dan mencegah kebakaran. Sebab tahun ini masuk siklus tiga tahunan,” katanya.