Jakarta, Gatra.com – Country Manager Smile Train Indonesia, Deasy Larasati, mengungkapkan perjuangannya untuk bisa membantu seorang anak perempuan agar bisa menjalani operasi bibir sumbing. Ia memosisikan sebagai keluarga atau orang tua pasien bibir sumbing ketika mendampingi mereka.
“Saya menempatkan posisi saya sebagai keluarga pasien atau sebagai orang tua pasien yang mempunyai anak dengan kondisi bibir sumbing,” ungkap Deasy dalam media gathering “Smile Train Indonesia x SnackVideo” di Ciawi, Bogor, Jawa Barat (Jabar), pada Selasa (25/5).
Ia mengaku sudah 14 tahun bekerja di organisasi nirlaba ini. Awalnya, bekerja sebagai staf administrasi. Menurutnya, ada kepuasan tersendiri jika bisa berkomunikasi dengan pihak keluarga untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan pasien.
“Saya mempunyai keyakinan bahwa saya enggak mau hanya berkomunikasi gitu, tetapi saya ingin mendapatkan feel-nya keluarga pasien ini,” ungkapnya.
Menurutnya, informasi tentang kondisi pasien bibir sumbing ini sangat diperlukan untuk tindakan medis yang dibutuhkan. Setelah itu, harus mencari dokter untuk menanyakan apakah pasien dengan kondisi itu bisa ditangani.
“Sampai, dok bisa enggak dok ini segera [ditangani pasien bibir sumbingnya] gitu ya atau dokter lagi di mana gitu,” kata Deasy.
Adapun kepuasan dari pekerjaan ini, ungkap Deasy, yakni bisa melihat para pasien dapat tersenyum. “Yang membuat saya semakin kayak kalau orang bilang ketagihan gitu ya,” ucapnya.
Deasy menuturkan, pada satu waktu, ia kembali ke suatu rumah yang pernah dikunjungi 3 tahun lalu. Di saat yang sama, tampak seorang anak perempuan yang pernah dioperasi bibir sumbing tiga tahun lalu. Anak ini datang ke lokasi dengan mengenakan seragam sekolahnya.
Anak perempuan itu merupakan salah satu pasien bibir sumbing yang saat dioperasi, usianya baru 7 tahun dan belum sekolah. “Anak itu ceria banget gitu. Dia pengin sekolah tetapi ibunya enggak mau. Karena katanya ada pesen dari keluarga neneknya bahwa itu udah pemberian Tuhan,” ujar Deasy.
Tiga tahun silam, orang tua anak perempuan itu mempunyai pemahaman demikian. Deasy yang sekampung dengan anak tersebut, kemudian mencari orang yang “dituakan” guna memintanya memberikan pengertian kepada orang tua dari anak perempuan itu.
Perjuangan membuahkan hasil. Ibu dari anak perempuan tersebut menyetujui agar putrinya yang masih 7 tahun menjalani operasi bibir sumbing meski dia tidak dapat mendampingi karena harus menjaga anaknya yang lain.
Deasy meminta bantuan saudara dari ibu tersebut untuk mendampingi putrinya menjalani operasi di Kota Makassar. Perjalanan dari kampung anak ini ke Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), ditempuh selama 8 jam.
“Akhirnya, anak itu sudah dioperasi. Dia selalu dikomunikasikan oleh saudara saya. Sampai 6 bulan kemudian, dia masuk sekolah. Dia masuk sekolah dan anak itu juara terus gitu, saya dateng dia juara terus. Lalu dia tahu Bu Deasy mau datang gitu. Dia akhirnya minta ke rumah saudara saya, minta dianter ketemu saya dan dia bawa raportnya ke saya,” ungkapnya.
Singkat cerita, kata Deasy, anak ini sekarang sudah masuk sekolah yang berprestasi dan kini dia telah hendak menuju Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Mungkin kita sebagai orang tua capek ya Bapak, Ibu. Kadang frustasi gitu ya. Ini maunya apa sih, belum lagi lingkungan gitu ya yang mungkin ikut menekan si orang tua. Tetapi, Ibu harus tahu perasaan anak Ibu ya. Masa depan mereka tergantung kita, orang tua, ya. Ada jalan, ada orang yang mau memerhatikan, ada dokter yang mau membantu, Ibu hanya tinggal memberikan mereka jalan,” ungkapnya.
Deasy menyampaikan, jangan sampai orang tua memutus cita-cita atau harapan putra purtinya yang mengalami bibir sumbing dengan tidak mengizinkan menjalani operasi.
“Jadikan anak Indonesia harus jadi anak-anak yang pintar. Cuma satu pesen saya lagi, Bapak, Ibu jangan pernah capek yah, jangan pernah lelah. Semua lelah, letih, lesu Ibu. Kesabaran Ibu itu akan ada hasil yang luar biasa ya untuk anak-anak istimewanya,” kata Deasy.