[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat pendidikan, Indra Charismiadji, menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai kementerian paradoks. “Karena kebijakan yang dihasilkan itu bertentangan dengan apa yang ingin mereka buat,” kata Indra dalam diskusi Catatan Akhir Tahun Pendidikan 2020, Ahad, 27 Desember 2020.
Indra mencontohkan salah satunya ketika Menteri Nadiem Makarim menggunakan jargon Merdeka Belajar yang ternyata merupakan merek dagang pemilik Sekolah Cikal, Najeela Shihab, yang juga Dewan Pembina Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK)-mitra Kemendikbud.
“Kenapa harus pakai jargon yang sama? Berarti kurang kreatif, hanya memakai apa yang sudah dipakai timnya,” kata dia.
Selain jargon, Indra juga menyebut Program Organisasi Penggerak (POP) merupakan copy paste Komunitas Organisasi Penggerak (KOP). Program KOP berada di bawah naungan Jaringan Semua Murid Semua Guru yang diinisiasi Najeela.
“Bagaimana mau mendorong kreativitas kalau kementerian sendiri tidak kreatif. Jadi kementerian paradoks,” ujar Indra.
Selain itu, Indra juga menilai gotong royong di Kemendikbud sangat lemah. Hal itu ditandai dengan sejumlah organisasi pendidikan, seperti NU, Muhammadiyah, dan PGRI yang memutuskan mundur dari POP. Kemudian Kemendikbud di bawah Nadiem juga menghilangkan tradisi rembuknas, pertemuan antara kepala dinas pendidikan se-Indonesia dan pejabat Kemendikbud.
“Bukan saya mengada-ada, saya bicara dengan dinas-dinas pendidikan, mereka mengatakan sama sekali tidak ada komunikasi dengan pihak Kemendikbud apa yang mau dibuat,” katanya.
[ad_2]
Sumber Berita