Jakarta, Gatra.com – Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna, menyampaikan bahwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri dan Jiwasraya saling berkaitan karena melibatkan sindikat yang sama.
“Pastinya ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sindikat yang terlibat di dalam Jiwasraya dan lainnya. Jadi bukan hanya jiwasraya, tapi Jiwasraya dan lainnya,” ujar Firman dalam konferensi pers daring bersama Jaksa Agung Burhanuddin di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Senin (31/5).
Karena saling berkaitan, lanjut Firman, maka nama-nama tersangka di kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya ada yang kembali munculul di kasus Asabri.
“Jadi nama-nama yang ada di Jiwasraya juga ada nama-nama di Asabri ini, dan juga mungkin juga ada nama-nama yang baru,” ujarnya.
Adapun tugas BPK, lanjut Firman, yakni mengungkap pihak-pihak yang yang harus bertanggung jawab atas kerugia negara di dua kasus tersebut, terkhusus kasus Asabri yang perkaranya segera bergulir di pengadilan.
“Artinya, unsur perbuatan. Nanti temen-temen dari penegak hukum akan melengkapinya dan kemudian menggali lebih dalam apakah perbuatan melawan hukum tersebut ada niat jahat,” katanya.
Adapun pihak yang berwenang menindaklanjuti ada tidaknya niat jahat atau mens rea tersebut adalah aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejagung yang menyidik kasus dugaan korupsi pada PT Asabri.
“Merupakan wewenang sepenuhnya dari aparat penegak hukum dan itu sudah barang tentu membutuhkan waktu, tetapi polanya kurang lebih seperti itu,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan 9 orang tersangka. Tujuh orang di antaranya, yakni 5 orang mentan pejabat PT Asabri dan 2 petinggi perusahaan segera menjalani sidang karena Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyerahkan tanggung jawab tersangka dan barang buktinya kepada Jaksa Penuntut Umum pada Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus dan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
“Tujuh berkas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Keuangan dan Investasi pada PT Asabri [diserahkan] kepada Tim Jaksa Penuntut Umum,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Jumat (28/5).
Penyerahan 7 tersangka dan barang bukti dilaksanakan setelah ketujuh berkas perkara para tersebut dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Tim Jaksa Peneliti (Jaksa P. 16) pada Kamis kemarin (27/5). Adapun ke-7 orang tersangkanya, yakni:
1. ARD selaku Dirut PT Asabri periode tahun 2011 sampai dengan Maret 2016.
2. SW selaku Direktur Utama PT Asabri (Persero) periode Maret 2016 sampai dengan Juli 2020.
3. BE selaku Mantan Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008 sampai dengan Juni 2014.
4. HS selaku Direktur PT Asabri (Persero) periode 2013 sampai dengan 2014 dan 2015 sampai dengan 2019.
5. IWS selaku Kadiv Investasi PT Asabri Juli 2012 sampai dengan Januari 2017.
6. LP selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan.
7. JS selaku Direktur Jakarta Emiten.
Leo menjelaskan, kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri tersebut yakni pada kurun waktu Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2019, PT Asabri (Persero) telah melakukan kerja sama dengan beberapa pihak.
Kerja sama tersebut untuk mengatur dan mengendalikan dana investasi PT Asabri (Persero) dalam investasi pembelian saham melalui pihak-pihak yang terafiliasi dan investasi penyertaan dana melalui beberapa perusahaan Manajemen Investasi (MI) dengan cara menyimpangi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Perbuatan tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka ketujuh orang di atas melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidairnya, melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctyo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.