Jakarta, Gatra.com – Komisaris Utama (Komut) PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Arcandra Tahar menyatakan bahwa PGN sebagai subholding migas memiliki kewajiban dan tanggung jawab bahwa pemanfaatan gas bumi di Indonesia harus semakin optimal. Oleh karena itu kepastian adanya pasokan gas, terbangunnya infrastruktur gas dan meningkatnya permintaan gas, yang tercermin dari laju peningkatan pengguna gas (pasar gas domestik) harus menjadi obyektif utama perusahaan.
Di tengah tantangan pandemi COVID-19 saat ini, PGN juga harus mengambil inisiatif dan berbagai terobosan agar mampu menjalankan peran strategisnya itu. Secara bisnis, saat ini PGN terus mendorong berbagai kebijakan efisiensi. “Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil mampu dijalankan secara maksimal dan memberikan keuntungan bisnis yang optimal kepada perusahaan secara berkelanjutan,” kata Arcandra seperti dikutip dari akun facebooknya @arcandra.tahar, Jumat (3/6).
Pemilik 5 paten migas ini mencontohkan efisiensi di proyek pipa minyak Rokan sepanjang sekitar 360 km. Proyek tersebut dialihkan ke Pertagas dan PGN dengan Capital Expenditure (capex) yang diajukan sebesar US$450 juta. Setelah dikaji ulang, akhirnya proyek tersebut dapat berjalan dengan capex sebesar USD 300 juta. Ada efisiensi USD 150 juta atau sekitar Rp2 triliun.
Apa saja ruang efisiensinya? Menurut Arcandra termasuk didalamnya adalah teknologi, cara pengerjaan dan juga cara mengelola proyek tersebut. “Jadi tiga aspek utama efisiensi itu adalah teknologi, sumber daya manusia dan bisnis proses yang dibuat secara efisien,” ujarnya.
Perseroan, lanjut Arcandra, juga berupaya melakukan berbagai perbaikan lain diantaranya terkait dengan key performance indicator (KPI) dari kinerja pegawai dan direksi. Jika sebelumnya KPI di PGN dihitung berdasarkan berapa banyak investasi yang dilakukan, maka KPI tersebut diubah. Saat ini perhitungan KPI didasarkan atas berapa banyak return yang dihasilkan dari sebuah investasi. Jadi tidak lagi berorientasi pada jumlah investasinya.
“Investasi merupakan tantangan di industri migas. Namun yang penting dipahami dan harus dilakukan adalah seberapa besar investasi yang dilakukan itu mampu memberikan profit bagi perusahaan. Menurut hemat kami itu akan menjadi kunci bagi BUMN seperti PGN bisa berkembang dengan baik,” lanjutnya.
Arcandra mengakui bahwa tidak mudah untuk mengubah mindset dari sisi sumber daya manusia. Jika sebelumnya melihat investasi dari jumlahnya yang sebanyak mungkin menjadi berapa banyak return investasi untuk perusahaan. Untuk mengubah mindset itu pihaknya berusaha memberikan pengertian dan training kepada seluruh pegawai dan manajemen di PGN. Bahwa dalam mengelola sebuah korporasi profit itu penting dan inilah yang menjadi kunci tumbuhnya sebuah perusahaan.
“Kami juga memberikan pengertian kepada stakeholder. Bahwa sebaiknya KPI yang diukur di PGN bukan pada jumlah investasinya, tetapi pada return yang harus diperoleh dari sebuah investasi. Di industri migas rata-rata internal rate return dari sebuah investasi itu minimal sekitar 15 persen,” imbuhnya.
Arcandra menegaskan bahwa profitabilitas penting untuk menjaga keberlangsungan usaha PGN ke depan. Karena itu laporan keuangan menjadi sangat krusial. Jika laporan keuangannya negatif tentunya juga akan memberikan dampak negatif terhadap perusahaan.
“Kami di PGN berusaha agar kinerja keuangan terus membaik, sehingga ketika perusahaan membutuhkan pendanaan dari luar bisa mendapatkan yield yang kompetitif. Berbagai hal tersebut menjadi konsen utama PGN agar perusahaan dapat tumbuh secara wajar sesuai harapan pemerintah dan pemegang saham lainnya,” tegasnya.
Pada kuartal I 2021, PGN membukukan pendapatan sebesar US$733,15 juta. Sementara laba bersih yang dapat didistribusikan ke pemilik entitas induk mencapai USD 61,5 juta atau setara Rp 870 miliar. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan periode sama pada kuartal I 2020 sebesar US$47,7 juta.