[ad_1]
JAKARTA,- Keterbukaan informasi dan perkembangan pesat dunia digital membawa perubahan interaksi sosial secara khusus bagi masyarakat Indonesia. Namun perubahan interaksi sosial di dunia digital seharusnya bisa seiring dengan nilai dan norma budaya yang ada di masyarakat.
Dalam webinar Literasi Digital wilayah Kota Bekasi, Jawa Barat I pada Senin (7/6/2021), Golda Siregar, Senior Consultant at Power Character/Certified Behavior Consultant membagikan wawasannya terkait perubahan interaksi sosial di dunia digital. Adanya keterbukaan informasi sebenarnya mendukung masyarakat untuk jadi bisa berjejaring dan membuka hubungan tanpa jarak.
“Keterbukaan informasi membuka peluang saling menguntungkan, namun perlu berwaspada,” kata Golda.
Apalagi dengan adanya platform media sosial, masyarakat sekarang terutama anak muda mulai membanding-bandingkan hidupnya dengan orang lain. Padahal seseorang perlu memahami bahwa di sosial media orang bisa jadi berbeda karena memang memiliki tujuan membangun personal branding tertentu. Saat ini setiap orang perlu bijaksana menilai bahwa di sosial media seseorang juga memilih mana sisi kehidupannya yang ingin ditampilkan.
“Tetap waspada, setiap kita unik, punya tugas dan peran sendiri jadi tidak usah membandingkan,” ujar Golda lagi.
Di era yang serba terbuka ini elemen emosional menjadi sesuatu yang penting saat berinteraksi sosial. Yaitu kemampuan untuk menjadi tenang, sebab kreativitas seseorang akan lebih mudah berkembang saat dalam kondisi tenang. Golda menyarankan untuk lebih banyak mengambil waktu dengan diri sendiri seperti berdoa dan melakukan suatu kegiatan yang disukai dibanding terus-menerus sibuk melihat media sosial. Ambil jeda waktu jika sudah terlalu lama bermain di media sosial, sebab saat jenuh dan sudah terlalu adiktif maka seseorang akan cenderung tidak berfikir saat berkomentar maupun memposting sesuatu.
Menjadi catatan bagi masyarakat Indonesia yang memiliki nilai dan norma dalam berbangsa. Interaksi sosial yang telah berubah dengan adanya dunia digital maka seseorang pun harus memahami keragaman Bhineka Tungga Ika. Sehingga saat berkomentar di sosial media, perbedaan adalah hal yang harus diterima. Toleransi akan keragaman dan pendapat yang tidak sama merupakan sesuatu yang harus diterima. “Nilai norma berbangsa dan bernegara harus ditanamkan saat berinteraksi sosial di media digital,” kata Golda lagi.
Untuk itu ketika berinteraksi di ruang digital, sebaiknya tidak terpancing dan sering-sering untuk melakukan klarifikasi. Hal itu senada diungkapkan oleh Firzie A. Idris, Asisten Editor Kompas.com salah satu nara sumber lainnya yang memberikan wawasan terkait literasi digital.
Firzie di antaranya membahas mengenai apa itu rekam jejak di era digital, hingga peran setiap orang untuk meninggalkan rekam jejak positif di era digital untuk mendukung lingkungan digital yang sehat di Indonesia.
Secara singkat Firzie juga membagikan tips aman berinternet agar terhindar dari kejahatan cyber.
“Tenangkan diri sebelum mengunggah komentar, berpikir kritis lihat secara keseluruhan, bertanggung jawab dalam setiap unggahan apalagi jika ternyata terbukti hoax, selain itu gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,” ujar Firzie.
Kegiatan webinar Literasi Digital wilayah Jabar I, Kota Bekasi merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
16 kali dilihat, 16 kali dilihat hari ini
[ad_2]
Sumber Berita