Puluhan Tokoh Sampaikan Kekhawatiran Intimidasi Aturan Wajib Jilbab, Ada Apa?

[ad_1]

Jakarta – Puluhan tokoh yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Kita (GITA) menyampaikan kekhawatirannya terkait intimidasi aturan wajib jilbab.

“Kami khawatir melihat korban berjatuhan akibat aturan wajib jilbab di Indonesia,” kata narahubung GITA, Alif Iman Nurlambang, dalam keterangannya, Selasa, 25 Mei 2021.

Alif mengatakan, tafsir tunggal soal busana perempuan sering dijadikan pembenaran menekan anak dan perempuan memakai jilbab, disertai ancaman dan hukuman. Bahkan, para psikolog menangani pasien gangguan jiwa akibat trauma perundungan jilbab.

Berdasarkan data Komnas Perempuan, Alif menuturkan terdapat minimal 62 aturan jilbab di seluruh Indonesia. Human Rights Watch mengatakan wajib jilbab efektif minimal pada 24 dari 34 provinsi.

“Di sekolah negeri, jilbab ada pada kompetensi pelajaran agama Islam. Kalimat ‘berpakaian sesuai dengan syariat Islam’ dimaknakan sempit dengan jilbab, baju panjang, dan rok panjang. Kata ‘imbauan’ bisa berubah jadi intimidasi, ancaman, atau hukuman keluar sekolah,” kata dia.

Alif juga mencontohkan di Sumatera Barat, siswi nonmuslim dipaksa berjilbab. Di SMAN 2 Cibinong juga terdapat siswa yang mencoba bunuh diri. Kemudian di SMPN 3 Genteng, Banyuwangi, sekolah menekan siswi Kristen mundur karena menolak jilbab. “Pakaian mereka dicoret dengan spidol. Prestasi akademik diturunkan,” ujarnya.

Menurut para tokoh GITA, seperti Andreas Harsono, Anis Hidayah, Anita Wahid, dan Goenawan Mohammad, mereka tak ada masalah bila perempuan memilih pakaian yang nyaman dan sopan, termasuk jilbab.

Persoalannya, mereka menolak tekanan berjilbab. “Sebaliknya kami juga protes sekolah negeri di Bali, Flores, dan Papua di mana siswi muslim dilarang berjilbab,” ucapnya.

GITA menyatakan Surat Keputusan 3 Menteri soal seragam sekolah sebetulnya mau memperbaiki keadaan tersebut. Namun, Mahkamah Agung membatalkan SK tersebut dan belum menerbitkan isi keputusannya. Alif mengatakan, MA terkesan terburu-buru membuat keputusan tersebut.

GITA pun meminta Presiden Joko Widodo dan menteri terkait untuk mengeluarkan peraturan baru untuk melindungi anak dan perempuan dari pelanggaran jilbab. Mereka juga meminta kepala daerah, kepala kantor pemerintahan dan perusahaan negara, kepala sekolah negeri, dan semua guru mencabut semua aturan wajib jilbab di tempat mereka.

“Pelanggaran jilbab bukan semata masalah pakaian. Ini masalah keadilan buat perempuan untuk memilih identitas dirinya. Mendidik satu perempuan sama dengan mendidik satu generasi. Masa depan kita ditentukan oleh seberapa banyak generasi muda mampu menghargai konstitusi, keberagaman dan kemanusiaan,” ujarnya terkait aturan wajib jilbab tersebut.

Baca juga : Istilah Hijab dan Jilbab Tak Sama, Ini Penjelasan Perbedaannya

FRISKI RIANA



[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *