[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak agar anggota TNI yang diduga pelaku kekerasan dan pembunuhan di Intan Jaya, Papua, diadili dalam peradilan umum.
“Jaksa Agung dan Oditur Jenderal agar dapat mengusulkan untuk menuntut dan mengadili perkara tersebut dalam peradilan umum,” kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 25 Desember 2020.
Fatia mengatakan, berdasarkan perkembangan informasi yang disampaikan pihak TNI, tidak ada satu alasan apapun untuk tidak membawa para terduga pelaku untuk dibawa ke ranah proses peradilan umum.
Dalam aturan UU Peradilan Militer Pasal 200 ayat (1), kata Fatia, cukup jelas kerugian yang ditimbulkan dari dugaan tindak pidana yang dilakukan anggota TNI dalam peristiwa tersebut terletak pada kepentingan umum. “Sehingga, mekanisme proses di peradilan umum lebih tepat dibandingkan dilakukan melalui mekanisme peradilan militer,” kata dia.
Fatia meminta Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial mengawasi proses peradilan dan independensi hakim yang memeriksa perkara sejak awal hingga akhir. Selain itu, KontraS juga mendesak pihak TNI melanjutkan proses penyelidikan dan penyidikan untuk mengusut tuntas dan menetapkan para tersangka yang melakukan tindakan kekerasan dalam peristiwa tersebut.
“Sekaligus harus memastikan bahwa para pelaku diproses secara hukum dengan adil dan transparan,” ujarnya.
Komandan Pusat Polisi Militer Angkatan Darat Danpuspomad) Letjen Dodik Wijanarko sebelumnya menyampaikan perkembangan 4 kasus peristiwa kekerasan di Intan Jaya. Untuk kasus pembakaran rumah Dinas Kesehatan di Hitadipa pada 19 September 2020, ditetapkan 8 orang tersangka anggota TNI karena melanggar Pasal 187 (1) jo. Pasal 55 (1) KUHP.
Pada kasus hilangnya 2 orang bernama Luther Zanambani dan Apinus Zanambani yang ditahan di Koramil Sugapa pada 21 April 2020, ditetapkan 9 tersangka anggota TNI dan 3 anggota lainnya masih dalam pendalaman, melanggar Pasal 170 (1), 170 (2) ke-3, 351 (3), 181 KUHP, Pasal 132 KUHPM jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Kemudian pada kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap Pendeta Yeremia Zanambani pada 19 September 2020, belum ditetapkan tersangka. Dan kasus penembakan terhadap Gembala Gereja Katolik di sekitar Bandara Sugapa pada 7 Oktober 2020, belum ditetapkan tersangka.
[ad_2]
Sumber Berita