Wafat di Usia 88 Tahun, Pendeta Senior HKBP SAE Nababan Dikenal Kritis

[ad_1]

TEMPO.CO, Jakarta – Pendeta Soritua Albert Ernst atau SAE Nababan meninggal pada Sabtu, 8 Mei 2021. Ia wafat di usia 88 tahun setelah dirawat di RS Medistra Jakarta.

SAE Nababan dikenal sebagai tokoh gerakan oikoumene nasional dan internasional. Ia lahir pada 24 Mei 1933 di Tarutung, Tapanuli Utara.

Pendeta senior di gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) itu merupakan lulusan Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (sekarang STFT Jakarta) tahun 1956 dan pada tahun yang sama ditahbiskan menjadi pendeta.

“Setelah menjalani pelayanan sebagai pendeta pemuda di HKBP Medan, beliau kemudian menempuh studi di Universitas Ruperto Carola, Heidelberg, Jerman – lulus Doctor Theologiae pada Februari 1963,” kata kerabat SAE Nababan, Basar Daniel, dalam keterangannya.

Sejak muda, SAE Nababan aktif dalam pelayanan ekumenis dan sosial kemasyarakatan. Ia juga dikenal di gerakan ekumenis baik tingkat nasional, Asia maupun dunia.

Sembari dipercayakan peran sebagai anggota Parhalado Pusat HKBP, SAE berperan cukup lama, dari 1967-1984, sebagai Sekretaris Umum Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang kemudian berganti nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Ia kemudian menjadi ketua umum di lembaga ekumenis tersebut pada 1984-1987.

SAE juga mengemban sejumlah jabatan di berbagai forum ekumenis dunia seperti Lutheran World Federation (LWF), Christian Conference of Asia (CCA), United Evangelical Mission (UEM) dan Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches, WCC).

Bagi masyarakat Indonesia, namanya lebih dikenal saat menjadi pimpinan (Ephorus) HKBP selama 1987-1998. Di periode kedua kepemimpinannya (1992-1998), rezim Orde Baru melakukan intervensi pada pemilihan pimpinan HKBP.

Sebab SAE Nababan dianggap cukup kritis menyerukan penghargaan atas kemanusiaan dan prinsip demokrasi. “Ini memunculkan dualisme kepemimpinan di HKBP yang baru selesai setelah pemerintahan Soeharto berganti,” ujar Daniel.

SAE Nababan termasuk salah satu inisiator untuk mempertemukan tokoh dan kelompok reformasi yang akhirnya melahirkan Deklarasi Ciganjur dan mengamanatkan agenda reformasi Indonesia. Daniel menuturkan sumbangsih pemikiran SAE Nababan bagi gereja dan masyarakat Indonesia terangkum dalam sejumlah khotbah dan tulisannya. Salah satunya dalam buku catatan perjalanan SAE bertajuk Selagi Masih Siang yang telah terbit tahun lalu.

Baca juga: Pendeta SAE Nababan Tutup Usia, PGI: Gigih Perjuangkan Keadilan

FRISKI RIANA



[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *