[ad_1]
JAKARTA – Dalam pidatonya saat meluncurkan Program Literasi Digital Nasional 20 Mei lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan, masyarakat Indonesia harus meminimalkan konten negatif dan terus membanjiri ruang digital dengan konten-konten positif.
Kecakapan digital harus ditingkatkan dalam masyarakat agar mampu menampilkan konten kreatif mendidik yang menyejukkan dan menyerukan perdamaian. Sebab, tantangan di ruang digital semakin besar seperti konten-konten negatif, kejahatan penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital dan banyak lainnya.
Persatuan dan kesatuan bangsa dengan melakukan literasi digital harus terus dilakukan. Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerjasama dengan Siberkreasi mengadakan Webinar Literasi Digital untuk wilayah Jawa Barat, Sabtu (29/5).
Webinar ini ingin menggali lebih dalam soal kewaspadaan yang harus selalu dilakukan saat beraktivitas di dunia maya, etika digital, budaya digital hingga kesempatan berkarya di dunia digital. Diharapkan dengan tema yang dihadirkan dapat membuat masyarakat memahami dan lebih bijak dalam masuk dunia digital.
Lestari Nurhajati, Vice Rector IV for Innovation and Business LSPR Communication and Business Institue mengatakan, keamanan dalam bermedia digital yang utama ialah menjaga identitas digital kita. Masyarakat harus memahami mana indentitas pribadi yang terlihat dan tidak terlihat. Begitu juga dengan data diri, mana data umum dan mana yang khusus sehingga tidak perlu dibagikan di dunia digital.
“Jangan pernah menggunggah foto KTP sebab dapat disalahgunakan. Kode OTP, pin juga two factor Authentication di platform e-commerce hanya kita sendiri yang tahu tidak untuk diberitahukan kepada orang lain,” ungkapnya.
Kejahatan digital lainnya ialah pembobolan data, ini termasuk di luar dari kesalahan pengguna seperti yang pernah terjadi pada pelanggan Tokopedia dan baru-baru ini data masyarakat Indonesia yang mengikuti BPJS Kesehatan konon diperjualbelikan di situs online. Pengambilan data ini juga bisa berasal dari kesalahan kita seperti membuka link sembarangan, seperti voucher juga panggilan spam.
Masyarakat harus disadari dengan adanya jejak digital. Jejak digital dapat pembawa sial di masa depan. Lestari menyebutkan, jejak digital seperti pesan teks dalam aplikasi chatting sekalipun sudah dihapus, foto dan video yang dibuat sendiri maupun yang ditandai oleh orang lain. Interaksi di berbagai media sosial seperti komentar, like berupa jempol atau love akan selalu menjadi jejak digital kita di dunia maya. “Selalu berkomentar positif menjadi kewajiban kita agar kita dapat mengetahui seperti apa kita di hari ini secara daring dalam 10 tahun ke depan,” ungkapnya.
Pegiat Literasi Digital, Moch Latif Haidah menyebut salah satu hal yang harus dilakukan para pengguna internet di Indonesia ialah bagaimana mereka harus berinteraksi dengan tetap menegakkan sopan santun. “Masyarakat merasa dapat berkomentar apapun karena tidak bertatap muka secara langsung padahal ada jejak digital yang tidak akan hilang sampai kapanpun,” ungkapnya.
Kesopanan online itu diartikan kesopanan yang dilakukan saat sedang berada dalam dunia digital dalam hal memposting sesuatu, berinteraksi dengan sesama pengguna hingga aktivitas jual beli. Netizen Indonesia sudah dikenal sebagai netizen paling tidak sopan di dunia. Sebab, menurut Latif, netizen Indonesia tidak akan segan-segan untuk berkomentar langsung di akun media sosial pihak yang sudah mengecewakan mereka. Sebut saja seperti akun Instagram Badmintin World Federation (BWF) saat tim Indonesia didiskualifikasi saat ajang All England atau pecatur dunia Gothamcess.
Latif mengatakan, masyarakat jangan mudah tersulut dan bereaksi ketika ada sesuatu yang viral. Agar menjadi warga net yang sopan, masyarakat harus paham tipe media sosial, harus memiliki pelindung anti hoax dan beretika saat berinteraksi. Agar tidak cepat tersulut jika ada sesuatu yang viral maka masyarakat harus mewaspadai judul yang provokatif. “Jangan langsung bereaksi, judul bisa saja hanya agar kita meng-klik berita mereka. Jangan lupa untuk teliti cek alamat situs, karena bisa saja hanya beda satu huruf, dan juga kebenaran berita. Terpenting pastikan berita yang dibagi merupakan fakta bukan hoax,” jelasnya.
Sama seperti dikehidupan nyata dalam berinteraksi di media digital juga sepatutnya menggunakan kata-kata yang sopan. Seperti mengucapkan salam, mengetahui siapa lawan bicara dan memahami konteks yang dibicarakan. Latif berpesan, mari berkomentar seperlunya jangan menghakimi semaunya.
Jika dilihat dari faktor sosial, sosiolog Universitas Indonesia Devie Rahmawati menjelaskan, ada budaya digital yang kini menjangkiti masyarakat sebuah budaya baru yang bertolak belakang dengan budaya yang selama ini ada di kehidupan sehari-hari.
Karakteristik masyarakat di era digital, mereka muda namun bangkrut. Kita hidup di era di mana attention culture menjadi budaya masyarakat, semua orang mencari perhatian. “Akibatnya banyak yang iri melihat ada orang liburan dan lainnya. Membuat mereka menjadi tidak mampu mengelola keuangannya dengan baik, yang terjadi generasi muda tapi sudah banyak terlilit hutang dan sebagainya demi memenuhi gaya hidup,” jelasnya. Budaya digital yang ditampilkan memang cantik sekali lewat visual dan sebenarnya belum tentu benar.
Karakter kedua, masyarakat sekarang lebih banyak posting sehingga akhirnya melewatkan momen. Saat berlibur bukan menikmati pemandangan indah tapi sibuk untuk membagikan kepada pengikut di media sosial. Devie mengatakan, banyak yang menyebut dan mengklaim bahwa manusia saat ini ialah manusia paling stress yang pernah ada selama peradaban manusia hidup di muka bumi. Sebab, yang terjadi kini banyak orang yang membandingkan diri mereka dengan orang lain.
Devie juga menyebut karakteristik masyarakat masa kini ialah sangat banyak menerima informasi. Jika dulu untuk melakukan riset saja harus pergi ke berbagai kampus dan dicatat semua informasi yang didapat. “Sekarang informasi istilahnya tumpah ke kita malah yang akhirnya jadi masalah. Semakin lemah budaya kurasi, kita tidak tahu mana yang benar, bingung karena semua informask kita dapatkan,” tambahnya.
Hal tersebut sudah diprediksi oleh salah satu lembaga riset, jumlah Informasi yang tidak benar atau tidak dapat dipertanggungjawabkan itu jauh lebih banyak dari informasi yang bermanfaat. Banyak yang terlihat sendiri namun sebetulnya ramai dengan dengan para pengikut di media sosial. Mengejar pengikut sudah menjadi keharusan, dengan banyak pengikut diartikan sebagai banyak teman. “Tapi coba di kehidupan nyata saat kita sakit berapa banyak yang benar benar menjenguk kita membawakan makanan,” sambungnya.
Devie menjelaskan makna literasi digital sebagai ruang digital yang penggunanya mampu memanfaatkan berkahnya dan menghindari bencana. Sesederhana itu agar lebih mudah dipahami, bermedia digital sebenarnya dapat mengikuti Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Bagaimana dapat menerima segala perbedaan yang ada.
Presiden Jokowi juga mengharapkan dengan semakin cakap digital pada masyarakat dapat membuat masyarakat semakin produktif. Ferally Mahardika, Digital Media Business manager Inventory mengatakan, keahlian di bidang digital sangat penting dimiliki oleh masyarakat saat ini khususnya anak muda.
Digital marketing dianggap akan berguna terutama di masa pandemi seperti saat ini. Semua sudah go digital, semua sudah digital mulai dari keuangan hingga sosial. Gawai menjadi alat yang tidak bisa kepada dari kehidupan seseorang. Rata-rata orang dewasa menghabiskan 11-12 jam sehari untuk menatap layar gawainya.
“Media sosial menjadi penolong saat pandemi mulai berinteraksi hingga menambah rezeki. Semua terhubung dengan media sosial, konser musik yang dulu dilakukan bersama-sama akibat pandemi kini dilakukan virtual,” jelasnya.
Tidak heran, kini banyak masyarakat yang memanfaatkan media sosial untuk menambah pundi-pundi dengan berdagang dan menjadi pembuat konten kreatif. Ferally mengungkapkan banyak keuntungan jika bergelut di dunia digital yakni dapat dilakoni oleh semua latar belakang pendidikan. Tidak perlu pendidikan khusus mengenai digital hanya dibutuhkan orang-orang yang ingin belajar dan kreatif. Industri digital akan terus tumbuh sesuai dengan kecanggihan teknologi membuat kebutuhan akan orang-orang yang ahli digital semakin dibutuhkan.
Karena jumlah yang dibutuhkan banyak tenaga kerja yang masih sedikit membuat bayaran yang diterima pun tinggi. Bekerja di dunia digital sebagai tim media sosial atau marketing digital tidak selalu di perusahaan digital karena kini semua perusahaan sudah aktif di dunia maya. “Tempat kerjanya yang kini disukani oleh anak muda masa kini. Mereka menyebut nomad, atau remote working. Tidak lagi harus ke kantor karena mereka dapat bekerja dari mana saja bahkan mereka menjadi pekerja lepas sehingga dapat bekerja di beberapa perusahaan,” pungkasnya.
Tantangan yang disukai anak muda lainnya ialah sektor industri beragam. Sehingga mereka dapat mencoba hal baru, ilmu baru meskipun yang mereka kerjakan tetap sama bergelut di digital.
[ad_2]
Sumber Berita