[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Akademikus Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menilai label taliban yang diberikan kepada para pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, termasuk Novel Baswedan adalah kekeliruan besar.
Dia mengatakan tuduhan itu diberikan tanpa dasar dan bukti. “Suatu stigma yang sangat keliru dan tidak berdasar pada data dan fakta yang benar,” kata dia lewat keterangan tertulis, Kamis, 27 Mei 2021.
Dia mengatakan label itu disebarkan oleh kaum pendengung atau buzzer. Menurut Ubedilah, tudingan itu diberikan karena para pegawai berani mengungkap kasus korupsi kelas kakap dan korupsi di lingkaran kekuasaan. “Mereka disingkirkan dengan tuduhan tidak nasionalis, melalui model tes yang diragukan banyak pihak,” kata dia.
Ubedilah mengatakan stigma taliban akan sangat merugikan 51 pegawai KPK. 51 pegawai itu sebelumnya dilabeli oleh KPK dan Badan kepegawaian Negara masuk dalam kategori merah dan sudah tidak bisa dibina. Tak dijelaskan maksud dari warna merah dan tidak bisa dibina itu.
Ubedilah menjelaskan stigma berasal dari bahasa Yunani. Stigmatisasi, kata dia, mengacu pada jenis tanda atau tato yang dibakar pada kulit penjahat, budak, atau pengkhianat yang tercela secara moral. Situasi stigmatisasi kepada para pegawai KPK, kata dia, adalah akibat dari salah kaprah pimpinan KPK, penguasa dan parlemen.
“Tafsir dan stigma menjadi sangat liar karena kelompok pendengung (buzzer) terus menerus mendengungkan stigma taliban ini kepada mereka. Padahal mereka adalah pegawai KPK yang hanya ingin konsisten menjaga integritas KPK sebagai lnstitusi independen dan bekerja secara profesional,” kata dia soal stigma taliban kepada Novel Baswedan dan kawan-kawan.
Baca juga: Novel Baswedan Duga Hanya 1 Pimpinan KPK yang Ngotot Gelar TWK
[ad_2]
Sumber Berita