[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi Hukum DPR, Arsul Sani, menilai hakim konstitusi sudah cukup adil dalam memutus uji formil dan materil Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
“Saya kira dalam kasus terkait revisi UU KPK ini, MK cukup adil kok. Uji formilnya ditolak, uji materil ada yang dikabulkan tuh terkait kewenangan Dewan Pengawas,” kata Arsul di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis, 6 Mei 2021.
Arsul mengatakan DPR tidak masalah dan akan mematuhi putusan tersebut. Politikus PPP itu juga meminta akademisi dan elemen masyarakat sipil agar tidak menisbahkan hal negatif kepada MK jika permohonan mereka ditolak. Sebaliknya, ia juga berharap jangan memuji habis-habisan jika pertimbangan hakim sesuai pendapat mereka.
Mahkamah Konstitusi sebelumnya menolak seluruh gugatan formil atau proses revisi UU KPK. Sementara MK mengabulkan sebagian dari gugatan uji materi UU yang menuai kontroversial tersebut.
Gugatan uji formil diajukan oleh Tim Advokasi UU KPK yang beranggotakan di antaranya mantan Ketua KPK Agus Rahardjo, Laode M. Syarif dan Saut Situmorang.
MK berpendapat dalil para pemohon yang menyatakan UU KPK tidak melalui Prolegnas dan terjadi penyelundupan hukum tidak beralasan hukum. MK juga berpendapat UU KPK sudah memenuhi asas kejelasan tujuan.
Meski menolak uji formil, MK mengabulkan sebagian dari gugatan uji materil. Salah satunya mengenai pemberian penghentian penyidikan alias SP3 oleh KPK. “Menyatakan Frasa ‘tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 tahun’, dalam pasal 40 ayat 1 UU nomor 19 tahun 2019, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar Ketua MK Anwar Usman, saat membacakan putusan.
MK mengubah frasa tersebut dengan memberi patokan dua tahun sejak dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). MK juga memutuskan bahwa penyadapan, penggeledahan dan penyitaan tak butuh izin Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Baca juga: Mengenal 9 Hakim MK yang Menyidangkan Gugatan UU KPK
FRISKI RIANA
[ad_2]
Sumber Berita