[ad_1]
Biasanya, petani jual jeruknya perusahaan minuman kemasan. Per kilogram Rp 35.000. Namun kali ini, harga jeruk anjlok hingga Rp 7.000 per kilogram
Petani jeruk di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, mengalami dilema. Mau panen atau dibiarkan hasilnya membusuk di kebun. Pasalnya, harga jeruk anjlok.
Kenapa anjlok?
Petani enggan memanen dan membiarkan jeruk berserakkan begitu saja di bawah pohonnya.
Amang, salah seorang petani jeruk california di Kampung Baru Nagri, Desa Sukajaya, Kecamatan Lembang, Bandung Barat, mengaku ia memiliki kebun jeruk dengan luas 2,5 hektare. Ia bisa memanen jeruk 4 ton per bulan.
Biasanya, ia menjual jeruknya perusahaan minuman kemasan. Per kilogram Rp 35.000. Namun kali ini, harga jeruk anjlok hingga Rp 7.000 per kilogram.
Selain harganya anjlok, jeruk yang dipanennya pun tidak ada yang membeli. Akibatnya, Amang pun merugi.
Biasanya, Amang bisa meraih pendapatan Rp 24 juta dari 4 ton jeruk dengan harga terendah, yakni Rp 7.000 per kilogram. Namun kali ini boro-boro dapat harga terendah, laku saja tidak.
Amang mengaku karena tidak dipanen, jeruk pun kian menguning dan kemudian jatuh. Jeruk itu akhirnya membusuk.
Amang mengaku, kejadian serupa dialami oleh rekan petani lainnya. Sebut saja Jaja dan Dadang Sopandi. Mereka juga mengalami nasib serupa, jeruknya tidak ada pembeli.
Amang berharap pemerintah atau pihak swasta untuk membeli jeruk mereka. Ia tidak mempersoalkan jeruk dibeli dengan harga terendah, yang penting laku.
Jeruk dibiarkan berjatuhan dan membusuk di kebun karena tidak laku dihajar impor. Situasinya, harga jeruk petani Lembang anjlok dan tidak ada yang membeli karena mereka dihajar produk impor.
Penjual buah keliling seperti di mobil atau dipikul, itu semua produk impor.
“Bohong kalau menyebut bahwa produk impor hanya untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Faktanya, buah impor sudah masuk ke eceran di desa,” kata Dedi Mulyadi, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.
Kata Dedi, jika metodologi distribusi produk impor sudah sampai jaringan ritel non swalayan, maka tunggu saja kehancuran petani lokal.
“Ya wasalam untuk petani buah lokal. Produk impor sampai dipikul dijual ke rumah-rumah, saking banyaknya,” lanjut Dedi, mantan bupati Purwakarta itu.
Dedi Mulyadi meminta Dirjen Holtikulutra pada Kementerian Pertanian agar lebih selektif dalam memberikan rekomendasi izin impor.
Jangan sampai pemerintah impor produk yang sebenarnya bisa disediakan oleh petani lokal. “Itu menyebabkan over supplay, akhirnya produk petani lokal tidak laku,” ujarnya.
Dedi mengatakan, Komisi IV beberapa bulan lalu dalam rapat dengar pendapat sudah menyampaikan bahwa buah impor, termasuk jeruk, tidak lagi masuk pasar swalayan, tetapi sudah dijual di desa.
[ad_2]
Sumber Berita