[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah jika polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang membuat 75 pegawai berstatus nonaktif memengaruhi penanganan perkara. Salah satu perkara yang disebut-sebut akan terganggu ialah kasus suap oleh Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyayangkan kabar tersebut. “Kami menyayangkan ada pihak-pihak yang sengaja membangun opini keliru bahwa kasus Nganjuk dilanjutkan Bareskrim karena adanya polemik TWK ini,” ucap dia melalui keterangan tertulis pada Ahad, 23 Mei 2021.
KPK, kata Ali, menegaskan jika kasus Bupati Nganjuk sejak April 2021 atau sebelum dilakukannya operasi tangkap tangan (OTT), sudah disepakati bersama oleh KPK dan Polri bahwa penanganan kasus akan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
“KPK berharap tidak ada lagi pihak yang sengaja mengaitkan penanganan perkara dengan polemik TWK tersebut,” kata Ali.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti Korupsi Giri Suprapdiono mengungkap adanya dampak dari penanganan perkara akibat status nonaktif 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Salah satu dampaknya adalah di kasus suap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Giri mengatakan Surat Keputusan tentang Pimpinan KPK yang menonaktifkan 75 pegawai ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021 dan diumumkan kepada pegawai pada 11 Mei 2021.
Harun Al Rasyid, sebagai salah satu dari 75 pegawai tak lolos, dan timnya menangkap Bupati Nganjuk Novi pada 9 Mei 2021. Saat itu Harun sudah akan dinonaktifkan. Namun, ia belum menerima SK saat tengah bertugas OTT. Akibatnya, KPK memutuskan agar Harun melepas kasus Bupati Nganjuk dan menyerahkannya ke Polri.
Baca juga: Polri: Bupati Nganjuk Gunakan Uang Suap untuk Penuhi Kebutuhan Pribadi
ANDITA RAHMA
[ad_2]
Sumber Berita