Yogyakarta, Gatra.com – Pusat wisata di Kota Yogyakarta, Malioboro, populer di media sosial dan menjadi trending topic di Twitter, Rabu (26/5) siang. Gara-garanya, viral video wisatawan yang kesal karena harga pecel lele di salah satu warung nuthuk alias terlalu mahal.
Video itu dibagikan akun @txtfromjogja yang menampilkan cerita seorang wisatawan seusai membeli pecel lele. Ia menyebut harga Rp20 ribu untuk lele dan Rp7 ribu untuk nasi. Namun, menurut dia, lalapan di menu itu harus dibayar terpisah, Rp10 ribu.
“Kenapa kapitalis banget?” serunya dengan nada kesal. Pada Selasa siang, video itu telah mendapat lebih dari 3000 retweet dan komentar serta tembus 5.000 like di Twitter hingga membuat ‘Malioboro’ trending atau populer.
Akun @txtfromjogja mencuit, “Mungkin mbaknya cuma salah satu aja yang ngomongin soal harga yang gak masuk akal. Padahal kenyataannya bwanyak mungkin dan gak mau speak up. Karena, percuma tidak ada yang menindaklanjuti…” Video ini juga tersebar di medsos Instagram.
Baharuddin Kamba, anggota Forum Pemantau Independen Kota Yogyakarta, menyebut harga makanan yang nuthuk atau di luar kewajaran sudah sering terjadi, khususnya di momen hari libur seperti libur Lebaran. “Semacam penyakit tahunan yang kerap terjadi dan hingga saat ini tidak ada efek jera karena terjadi lagi dan lagi,” ujar dia, Rabu
Menurut dia, sanksi penutupan sementara warung lesehan yang nuthuk harga terkesan bersifat sementara atau tidak permanen. Akibatnya, hal tersebut kembali terulang. “Kalaupun ditutup secara permanen bisa jadi yang jualan bukan pelaku nuthuk harga, melainkan kerabatnya atau bisa juga warungnya dijual ke orang lain,” ujarnya.
Kamba menyatakan nuthuk harga makanan, termasuk nuthuk tarif parkir, jelas merusak citra Kota Yogyakarta sebagai kota wisata. “Sanksi tegas harus dilakukan, misalnya pencabutan bantuan sosial. Dengan catatan, perbuatannya nuthuk harga dilakukan secara berulang selama tiga kali,” kata dia.
Forpi meminta kanal-kanal aduan termasuk petugas Jogoboro dan Satpol PP Kota Yogyakarta responsif terhadap aduan atau keluhan warga. “Karena selama ini aduan maupun keluhan warga lebih banyak disampaikan di media sosial,” katanya.