[ad_1]
Jakarta, Gatra.com – Belakangan berhembus cerita tak sedap akibat perubahan formula NPK subsidi yang tadinya 15-15-15 menjadi 15-10-12. Malah cerita tak sedap itu dibikin dalam bentuk pengumuman.
“Dengan ini diberitahukan bahwa kadar hara pupuk NPK Subsidi adalah 15-10-12. Berbeda dari non subsidi (15-15-15 atau 16-16-16 plus plus), sehingga efektifitasnya mungkin pula berbeda. Diharapkan agar para petani penyuluh menyadari ini dan dijadikan pertimbangan dalam pembelian dan penggunaan,” begitulah isi pengumuman yang beredar itu.
“Mestinya langsung saja bertanya kepada kami, atau ke Kementerian Pertanian (Kementan), kenapa formula itu berubah. Jangan malah menduga-duga dan dugaan tak benar itu beredar pula kemana-mana,” kata Kepala Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementan, Ladiyani Retno Widowati, saat berbincang dengan Gatra.com, kemarin.
Perempuan yang akrab disapa Neno ini pun langsung mengurai secara sederhana bahwa dasar pemupukan itu mengacu pada; di tanah ada berapa hara yang tersedia, varietas tanaman apa yang ditanam dan target produksinya berapa.
Sekarang ini kata Neno, di lahan sawah khususnya lahan sawah intensifikasi, sudah banyak memakai teaser dan kombinasi harvester.
“Di situ kelihatan hampir 60%-70% jerami masih di sawah. Ini salah satu sumber Kalium tanah. Lantaran jerami itu mengandung Kalium, kami selalu pesankan kepada petani agar jerami dikembalikan ke tanah,” katanya.
Lalu, oleh frekwensi pemupukan yang dilakukan sejak lama, tanah sawah menyimpan unsur hara. “Oleh tabungan unsur hara inilah kemudian, kita cocokkan dengan formula pupuk yang akan ditabur,” ujarnya.
Baca juga: Cerita Formula Baru Pupuk Subsidi
Orang kata Neno sering bilang bahwa pemupukan harus berimbang, “Pemupukan berimbang itu bukan musti 15-15-15, itu hanya berimbang angka, bukan berimbang hara tanah,” katanya tertawa.
Untuk itulah kata Neno, kalau ingin membuat perbanding, apalagi soal formula pupuk, harus apple to apple. Pembandingan itu bisa dilakukan jika sama jenis, sama takaran, sama lokasi dan sama waktu.
“Kalau enggak seperti itu, hasilnya akan beda. Memang ada pupuk dengan formula yang mantap, tapi ada ekornya, masih ada unsur mikro lain terkandung pada pupuk itu. Pilihan penggunaan pupuk ada di petani. Pemerintah membantu petani dengan memberikan subsidi pada pupuk dengan formula tertentu,” kata Neno.
Yang pasti kata doktor Soil Care & Management University of Gent, Belgia ini, Kementan tidak akan pernah mau produksi petani turun. Yang dilakukan oleh Kementan justru, bagaimana hara tanah tetap terjaga, produksi naik, dan sustainable.
“Enggak mungkin kami merugikan petani, ngapain kami capek-capek melakukan penelitian. Enggak banget deh. Malah kami ditarget untuk menaikkan prduktivitas yang selama ini hanya 5,19 ton per hektar,” tegasnya.
Neno kemudian berpesan bahwa soal pemupukan, enggak boleh hanya memikirkan saat ini saja, tapi justru gimana lahan pertanian itu sustainable. “Itulah makanya formula pupuk itu harus benar-benar kita perhatikan,” ujarnya.
Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz
[ad_2]
Sumber Berita