Merekonstruksi Peta Jalan Pendidikan Indonesia – POLRI PRESISI

Merekonstruksi Peta Jalan Pendidikan Indonesia

[ad_1]

EDITOR.ID, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila (DPP GPP) menggelar acara Diskusi Publik bertema: “Merekonstruksi Peta Jalan Pendidikan Indonesia menuju Sistem Pendidikan Nasional yang Bernafaskan Kearifan dan Keluhuran Nilai-nilai Pancasila” pada hari Sabtu (13/3/2021).

Bertindak sebagai Keynote Speaker Dr.Ir.Hetifah Sjaifudian, MPP, wakil ketua Komisi X DPR RI. Adapun narasumber diskusi ini adalah Prof.Ir.Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D (Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI), Dr. Antonius D.R. Manurung, M.Si (Ketua Umum DPP GPP), Prof.Dr.Anita Lie, M.A., Ed.D (Cendekiawan), Dr.Drs.Chandra Setiawan, M.M., Ph.D (Pemerhati/Penggiat Pendidikan), dan Dr.Bondan Kanumoyoso, M.Hum (Sejarawan UI). Diskusi publik dimoderatori oleh Bondan Wicaksono, S.E., M.E. (Ketua I DPP GPP).

Kegiatan yang diadakan secara online melalui zoom dan youtube ini menarik banyak kalangan, khususnya para pendidik. Hal ini terlihat dari pendaftar yang melebihi kapasitas, sehingga harus dibuka ruang youtube https://www.youtube.com/watch?v=9–_ntigbag bagi mereka yang tak dapat memasuki ruangan zoom meeting.

Apa itu Peta Jalan Pendidikan Indonesia?

Peta Jalan Pendidikan Indonesia merupakan arahan pendidikan di Indonesia, yang seharusnya mengacu kepada Pancasila dan Undang-UndangDasar NRI 1945. Dalam Pancasila khususnya Sila ke-5 dinyatakan tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perwujudan Pancasila juga tertuang dalam Pasal 31, yang pada intinya menyatakan
Bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan bahwa tujuan dari pendidikan adalah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Selanjutnya, apa yang telah dikemukakan dalam Pasal 31 UUD 1945 diterjemahkan lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 (UU SISDIKNAS RI) tentang sistem pendidikan nasional RI yang meliputi pendidikan dasar, menengah, tinggi, dan kejuruan.

Dalam pengertian keadilan sosial terkandung pemahaman tentang akses pendidikan yang harus terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian pendidikan bagi rakyat hendaknya memperhatikan aspek keadilan dan pemenuhan hak sipil.

Jika masyarakat terkendala dalam mengakses pendidikan karena masalah pembiayaan, keterbatasan fasilitas pendidikan dan ketersediaan tenaga pengajar,dan masalah-masalah lainnya, maka negara berkewajiban penuh mengupayakan agar masyarakat tetap mendapat pendidikan sesuai dengan haknya yang dijamin konstitusi.

Kondisi sampai hari ini masih memperlihatkan bahwa masyarakat belum mendapatkan apa yang seharusnya menjadi haknya.Apa yang diamanatkan di dalam Pancasila dan diejawantah dalam Pembukaan Undang-UndangDasar 1945 belum sepenuhnya terwujud.

Dengan melihat arti strategis dari pendidikan dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju 2045, maka menjadi penting sekali untuk memetakan pendidikan Indonesia kedepan dengan tetap memperhatikan kesinambungan dan benang merah perjalanan tahap-tahap pelaksanaan pendidikan sebelumnya.

Oleh karena itu, diskusi ini menjadi ajang percakapan menarik yang akan mengupas kondisi tersebut, serta kemungkinan alternafit solusinya.

Peta jalan pendidikan harus mampu membuat manusia Indonesia dapat merencanakan masa depannya yang cerah, sehingga mampu mewujudkan masa depan bangsa dan negara Indonesia yang bermartabat, maju dan berkeadaban.

Ada lima muatan strategis dan penting untuk Peta Jalan Pendidikan Indonesia (PJPI), yaitu:
1) pendidikan merupakan pintu masuk utama pembumian Pancasila,
2) Peningkatan mutu/kualitas anak didik, pendidik, dan pendidikan berbasis Pancasila,
3) pendidikan yang mencerahkan dan memerdekakan: membangun insan manusia berilmu dan berkarakter,
4) pengembangan program nation & character building dan nilai-nilai kearifan lokal dalam dunia pendidikan secara progresif, dan
5) pemisahan Kementerian Pendidikan dengan Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.

Dengan memahami permasalahan pendidikan Indonesia saat ini dan tantangannya di masa depan, maka perlu dirancang sebuah peta jalan pendidikan Indonesia yang memberikan masukan bermakna untuk revisi UU SISDIKNAS RI.

Dalam upaya tersebut, Gerakan Pembumian Pancasila menginisiasi diskusi publik yang akan membahas berbagai pemikiran dan gagasan yang dapat dikontribusikan bagi PJPI untuk Revisi UU SISDIKNAS RI.

Melalui Diskusi Publik ini diharapkan akan didapat alternatif pemecahan masalah yang konstektual dan bervisi ke depan yang dapat dijadikan acuan dan haluan dalam menyusun kebijakan pendidikan nasional.

Sebagai keynote speaker, Dr. Hetifah Sjaifudian, MPP, Wakil Ketua Komisi X DPR RI mengungkapkan rekomendasi Panja PJPI terkait Pancasila, yakni:

1) terdapat beberapa hal-hal substantif perlu dilakukan dekonstruksi, setidaknya meliputi 6 aspek, yaitu filosofis, yuridis, sosiologis, prosedur kebijakan dan tata kelola pendidikan, anggaran, dan keterlibatan masyarakat,
2) draft PJP yang disampaikan Kemdikbud RI pada 20 Mei 2020 belum dapat dikatakan sebagai konsep peta jalan pendidikan melainkan masih pada tataran pra konsep,
3) Profil “Pelajar Pancasila” sebagai salah satu keluaran (output) yang akan dihasilkan dari peta jalan pendidikan masih memerlukan kajian mendalam baik dari aspek penentuan “ciri utama” (beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kebinekaan global, gotong royong, dan kreatif) maupun penggunaan istilah yang sementara ini mengandung kontradiksi dalam terminologinya (contradictio interminis).

Dr. Antonius D.R. Manurung, M.Si., Ketua Umum DPP GPP menekankan pentingnya menjawab dua pertanyaan reflektif dalam menyusun PJPI, yaitu:

1) mengapa pendidikan sebagai pintu masuk utama pembumian Pancasila? dan 2) bagaimana strategi membumikan Pancasila melalui dunia pendidikan? Ada lima alasan mendasar pendidikan sebagai pintu masuk pembumian Pancasila, yaitu: 1) ladang persemaian kader bangsa,
2) kemendesakan penanaman etika dan moral sebagai keharusan etis pembumian Pancasila,
3) Pancasila sebagai kristalisasi dan sublimasi nilai-nilai luhur dari peradaban bangsa,
4) Pendidikan sebagai stimulator inti mewujudkan TRISAKTI, dan
5) pendidikan sebagai pusat spiritualitas kehidupan.

Lebih lanjut, Dr. Antonius mengungkapkan strategi membumikan Pancasila di dunia pendidikan melalui strategi:
1) membangun peta jalan pendidikan Nasional 2020-2045 dan dijadikan sebagai visi negara,
2) merevitalisasi pemikiran Ki Hajar Dewantara,
3) pengembangan model nation and pesonal character building,
4) penguatan output dan outcomes pendidikan berbasis kearifan dan keluhuran nilai-nilai Pancasila, 5) pengembangan model pendidikan yang memerdekakan.

Sementara itu, Prof. Ir. Nizam, M.Sc. D.IC.,Ph.D. (Dijen Dikti Kemendikbud RI) menyampaikan pentingnya peluang dan tantangan untuk mewujudkan Indonesia emas harus disiapkan dengan SDM unggul dan inovasi, SDM unggul.

“Insan Pancasila yang berkarakter luhur, kompetitif, kreatif, inovatif, adaptif, melalui kampus merdeka, karakter, potensi dan kreatif mahasiswa kita buka dan tumbuh kembangkan, insan Pancasila akan lahir dan tumbuh subur di ekosistem yang sehat, serta ekosistem kampus sehat sebagai kerangka menyiapkan SDM unggul untuk Indonesia jaya harus diwujudkan”, tegasnya.

Selanjutnya, Prof. Dr. Anita Lie, M.A., Ed.D. (Cendekiawan) dalam paparannya menekankan pendidikan sebagai pintu masuk utama pembumian Pancasila, PJPI harus diinspirasi dan disemangati oleh nilai-nilai luhur Pancasila, baik sebagai mata kuliah khusus yang diwajibkan, pengembangan program injecting wisdom nilai-nilai luhur Pancasila dan semua kurikulum dan ekstra kurikulum pembelajaran, maupun program pembumian Pancasila dalam keseluruhan kepemimpinan dan manajemen pendidikan nasional, mulai dari pendidikan usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.

Sedangkan Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., PhD., pemerhati dan penggiat pendidikan menegaskan pembangunan mental dan karakter bangsa berangkat dari asumsi bahwa mengubah mentalitas (pola pikir dan sikap kejiwaan) akan menimbulkan perubahan perilaku.

“Perilaku yang terus diulang akan menjadi kebiasaan dan akan membentuk karakter dengan cara mempertautkan antara proses membentuk pribadi yang bermental-karakter baik dengan kolektivitas bangsa yang bermental – karakter baik”, terangnya.

Lebih jauh, Dr. Chandra mengungkapkan dalam kaitan dengan karakter kolektif, pengembangan kepribadian harus memberi wahana setiap orang untuk mengenali dan mengembangkan kebudayaan sebagai sistem nilai, sistem pengetahuan, dan sistem perilaku bersama yang dalam konteks kebangsaan Indonesia terkristalisasi dalam Pancasila.

Pada kesempatan yang sama, Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum., memberikan kajian awal pemisahan Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Kementeriaan Pendidikan dan Kementeriaan Kebudayaan.

Pemisahan ini diharapkan akan membawa dampak yang sangat positif di dalam pelaksanaan kebijakan dan implementasinya di masing-masing bidang tersebut.

Kementeriaan Pendidikan yang berdiri sendiri akan menjamin pelaksanaan yang lebih baik dari apa yang telah ditetapkan dalam PJPI dan UU SISDIKNAS RI.

Di pihak lain, dengan adanya kementeriaan Kebudayaan Republik Indonesia, maka dapat diharapkan bahwa UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dapat diimplementasikan dengan lebih optimal karena dilaksanakan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan setingkat kementerian.

[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *