[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Agil Oktaryal mengatakan Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK lainnya punya 5 cara untuk mempermasalahkan SK penonaktifan mereka.
“Terdapat 5 opsi dan ini bisa seluruhnya dilakukan,” kata Agil lewat keterangan tertulis, Kamis, 13 Mei 2021.
Opsi pertama, kata dia, melakukan judicial review ke Mahkamah Agung terhadap Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021. Beleid itu mengatur mengenai alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara. Menurut Agil, gugatan itu berpeluang dikabulkan karena peraturan komisi itu bertentangan dengan Undang-Undang KPK, asas umum pemerintahan yang baik, putusan Mahkamah Konstitusi, dan UUD 1945.
Langkah kedua yang dapat ditempuh, kata Agil, mengajukan gugatan atas Surat Keputusan penonaktifan 75 pegawai ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pegawai, kata dia, dapat meminta PTUN membatalkan SK dan mengembalikan status 75 pegawai.
Agil mengatakan pegawai juga bisa melaporkan pimpinan KPK ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dia menduga soal dalam Tes Wawasan Kebangsaan yang kontroversial melanggar hak pegawai untuk mendapatkan pekerjaan tanpa membedakan suku, agama, golonga dan kepercayaan yang dijamin konstitusi.
“Patut diduga terjadi diskriminasi terhadap pegawai. Ini adalah bentuk pelanggaran HAM serius,” ujar dia.
Agil menuturkan pegawai dapat melaporkan seluruh pimpinan KPK ke dewan pengawas. Dia menduga terjadi pelanggaran etik serius dalam penonaktifan para pegawai.
Menurut Agil, Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK lainnya juga dapat melaporkan pimpinan ke Ombudsman. Sebab ada dugaan pelaksanaan tes dilakukan tidak memperhatikan etika penyelenggaraan negara yang bersih.
Baca juga: Ketua WP KPK Sebut 75 Pegawai KPK Sudah Tak Bisa Bertugas
[ad_2]
Sumber Berita