Jakarta, Gatra.com – Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta pemerintah menghentikan ketergantungan penyediaan alat kesehatan dari negara lain. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian serius kepada industri farmasi dan alat kesehatan, sehingga Indonesia dapat mandiri.
“Di tengah pandemi Covid-19, sektor industri farmasi dan alat kesehatan masuk dalam kategori high demand. Masyarakat semakin menyadari pentingnya menjaga kesehatan. Jangan sampai geliat kepedulian masyarakat terhadap sektor kesehatan ini justru dinikmati oleh asing,” ujar Bambang di Jakarta, Selasa (8/6).
Padahal, Bamsoet mengatakan anggaran berbagai sektor untuk belanja alat kesehatan sebesar Rp50 Triliun. Menurut Bamsoet, angka tersebut terbilang besar dan lebih baik digunakan untuk membeli peralatan dalam negeri.
“Jika digabungkan dengan anggaran APBD, BUMN, dan swasta, total belanja alat-alat kesehatan di Indonesia rerata berkisar Rp50 triliun per tahun. Sangat disayangkan jika anggaran pengadaan Alkes sebesar itu lebih banyak dinikmati oleh produsen Alkes luar negeri,” kata Bamsoet.
Selain itu, Bamsoet juga menyoroti kemampuan industri farmasi di Indonesia yang saat ini ditopang oleh 220 perusahaan. Sebanyak 90 persen dari perusahaan farmasi tersebut fokus di sektor hilir dalam memproduksi obat-obatan. Oleh akrena itu, Bambang meminta pemerintah terus berupaya untuk menekan impor pengadaan bahan baku, khususnya di sektor hulu industri farmasi.
“Target pemerintah mengurangi impor farmasi dan alat kesehatan mencapai 35 persen pada akhir tahun 2022, harus dibarengi dengan kebijakan yang ramah terhadap industri farmasi dan alat kesehatan. Sehingga bisa terealisasi, dan tidak berakhir di atas kertas saja,” jelas Bamsoet.
Jika industri kesehatan Indonesia semakin bagus dan mandiri, Bamsoet yakin masyarakat akan lebih memilih berobat di dalam negeri. Tercatat, terdapat peningkatannya cukup tajam warga yang berobat ke luar negeri di tahun 2006 sebesar 350 ribu menjadi 600 ribu di tahun 2015.
Total pengeluaran per tahun yang dikeluarkan penduduk Indonesia untuk berobat ke luar negeri bisa mencapai USD 11,5 miliar, 80 persennya dihabiskan di Malaysia.
“Selain karena biayanya yang lebih murah dan pelayanannya lebih nyaman, warga Indonesia memilih berobat ke luar negeri karena alat kesehatannya yang sangat lengkap. Padahal dengan sumber daya manusia dan sumber daya rumah sakit yang dimiliki, Indonesia sebetulnya bisa menjadi tuan rumah bagi warganya dalam berobat. Bahkan Indonesia seharusnya bisa menjadi pemain utama dalam wisata medis, menjadi tempat yang nyaman bagi warga dunia berobat,” ungkapnya.