[ad_1]
Ini dulu disebut anak Kritis.
Dalam pemaknaan kritis bisa bermakna ganda, bisa dalam artian gawat; genting (tentang suatu keadaan). Bisa juga tidak lekas percaya; bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan. Hal yang tajam dalam penganalisaan.
Ke-kri-tis-an ini menjadikan anak Kritis saat ini tersebar sesuai talentanya. Ada yang sudah diberi kepercayaan menjadi Menteri di era Jokowi, pejabat eselon di birokrat, hingga akan diangkat menjadi Duta Besar.
Ada yang sudah menjadi aparat, kumendan yang disegani. DJ yang kemudian menjadi pengusaha susu stunting, hingga pekerja di ragam sektor swasta. Termasuk komisaris perusahaan.
Yang terbiasa mentraktir, beruntungnya hingga sekarang kebiasaan itu terus ada.
Saat ketemuan, “anak selatan” yang suka ngeceng di Lintas Melawai hingga eror di Tanamur tampak menjadi pribadi yang bijak. Berbagai macam identitas, bagaikan “mosaic” yang menjadi indah justru karena terdiri dari berbagai komponen yang berbeda.
Dalam kongko anak genk jaman doeloe, semangat “esprit de corps”.
Jalin tali silaturahmi. Kita saling bertukar informasi, membangun/memperkuat jaringan persahabatan. Obrolan dari merenov mobil tua, motor hingga ratusan juta, masih menarik. Diantara obrolan “garing” soal anak yang sudah kuliah atau tubuh yang sudah melemah, asam urat atau kolesterol.
Perkembangan teknologi informasi yang melahirkan sarana komunikasi sosial via Email, Yahoo Messangers, Facebook, Twitter, Instagram, Linkedln, BlackBerry, WhatsUp dll. banyak membantu mengintensifkan hubungan di masa pandemi.
Kegiatan reuni dan silaturahmi. Bagaikan “Ngumpulno balung pisah” (menyatukan kembali tulang-tulang yang berserakan), perangkat media sosial ini sangat berjasa untuk menemukan kembali alamat dan keberadaan para kerabat/sahabat/kawan sekolah yang sudah lama hilang dari peredaran.
“Norh-South Dialog” (Ngobrol Ngalor-Ngidul) atau bisa dijadikan wadah yang positif untuk bertukar pengalaman dan pikiran untuk membahas ide-ide kerjasama bisnis, pendidikan/keilmuan atau kesepakatan menggalang suatu gerakan sosial-kemasyarakatan.
Tetap Harus Jaga Perilaku 3 M
Catatan pinggirnya, walau kita sudah divaksin COVID-19 tetap harus menjaga perilaku 3 M yakni memakai masker, mencuci tangan serta menjaga jarak. Pasalnya, banyak yang terinfeksi tapi tidak bergejala. Hampir 80 persen tidak bergejala tapi menularkan.
Jadi kita berusaha keras untuk menurunkan angka penularan dengan cara 3 M dan 3T (Tracing, Testing, Treatment). Kalau orang sudah divaksin kemudian hura-hura melupakan 3 M, maka tidak ada gunanya. Apalagi virus ini (corona) bisa bermutasi.
Pandemi COVID-19 berdampak pada kehidupan sosial masyarakat. Orang-orang harus melakukan segala sesuatunya dari rumah, termasuk dengan bergaul.
Ya, untuk mengurangi penyebaran virus, bergaul secara virtual menjadi salah satu alternatif melepas rindu dan kangen dengan teman sepermainan.
Lebaran sebentar lagi. Istilah Reuni dan Silaturahmi, maka acara pertemuan yang lebih bersifat kekeluargaan dan kangen-kangenan di antara sesama komunitas tertentu menjadi sebuah kebutuhan.
Salam sehat.
Jojo Ketua Umum Watch Public Integrity
[ad_2]
Sumber Berita