[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Akademi Ilmuwan Muda Indonesia memberikan pernyataan sikap terkait peleburan Kementerian Riset dan Teknologi dan pendirian lembaga otonomi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Penting bagi pemerintah Indonesia untuk menyusun dan menerapkan kebijakan yang menciptakan ekosistem penelitian yang memberdayakan, berkualitas, dan independen,” kata Narahubung ALMI Hawis Madduppa dalam keterangannya, Ahad, 2 Mei 2021.
Hawis menuturkan, sains dan teknologi harus menjadi garda terdepan dalam pembangunan Indonesia. Karena itu, nama dan fungsi riset dan teknologi (ristek) tidak boleh hilang begitu saja pasca peleburan dengan Kemendikbud.
“Nama dan fungsi terkait menyusun kebijakan sains dan teknologi perlu tetap dipertahankan dalam lembaga kementerian bentuk baru pasca penggabungan tersebut,” ujarnya.
Di sisi lain, kata Hawis, lembaga baru hasil bentukan dari BRIN berperan sebagai pelaksana kebijakan yang meliputi kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan dalam bidang sains dan teknologi. Desain ini mencegah terjadi tumpang tindih hal yang tidak perlu, dan menghindari persengketaan di kemudian hari.
“Desain tersebut juga memastikan bahwa implementasi pengembangan sains dan teknologi berjalan cepat sesuai koridor kebijakan yang ada,” kata dia.
Dalam rangka memperkuat iklim pelaksanaan riset untuk produksi sains dan teknologi frontier, Hawis menilai negara perlu mendorong pemanfaatan sains dan teknologi. Negara juga perlu mencegah dan menghindari upaya teknokratisme pengetahuan.
Prasyarat untuk pembaruan yang menuju penguatan iklim pengembangan riset, kata Hawis, adalah menegaskan posisi negara untuk tidak menjadikan lembaga riset, universitas, dan pendidikan tinggi sebagai institusi korporatisme negara.
“Konsekuensi dari korporatisme negara adalah tunduk pada kepentingan politik kekuasaan dan pasar, yang kerap bertentangan dengan tujuan mulia pendidikan yang dituliskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai pencerdasan kehidupan bangsa,” katanya.
ALMI juga menyarankan proses transisi ke kelembagaan yang baru perlu dipastikan berjalan dengan baik oleh pemerintah dan pemangku kepentingan. Pertama, pemerintahan perlu memetakan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) yang akan dikoordinasikan atau digabungkan di bawah BRIN.
Kedua, pemerintah perlu mendesain kelembagaan BRIN, khususnya mengenai pembagian tugas dan fungsi dari setiap deputi. Ketiga, pemerintah perlu mendesain fungsi dan tugas BRIN dalam implementasi kebijakan terkait pengembangan sains dan teknologi.
Hawis mencontohkan, pemerintah perlu menyusun desain apakah BRIN akan melaksanakan riset substantif, seperti The French National Center for Scientific Research di Prancis. Atau menjadi penyalur dana riset, seperti the National Science Foundation di Amerika Serikat. Bisa juga kombinasi dari kedua contoh tersebut. “Pemerintah juga perlu menentukan peran BRIN terkait dana abadi penelitian,” kata dia.
Keempat, pemerintah perlu menetapkan hubungan BRIN dengan regulasi kepegawaian SDM sains dan teknologi.
[ad_2]
Sumber Berita