[ad_1]
Bambang Widjojanto, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pernyataan Presiden soal TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) ke Pegawai KPK.
“Ternyata diabaikan. Karena belum ditindaklanjuti secara tuntas, clean & clear, baik oleh Pimpinan KPK, Menpan RB selaku pembantu Presiden maupun BKN suatu institusi negara,” ujar Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc.
Pria kelahiran Jakarta 18 Oktober 1959 ini berujar, “Bahwa lembaga di atas juga tidak mengajukan alasan yang dapat menjelaskan, kenapa pernyataan Presiden yang di dalamnya mengandung kebijakan sekaligus sebagai perintah itu secara sengaja tidak segera dilanjuti?”
Mantan aktivis ICW ini menyebut, tindakan mengabaikan dan atau mengingkari kebijakan Presiden di atas, tidak hanya dapat menciderai kehormatan Presiden maupun lembaga kepresidenan tapi juga disebut sebagai tindakan melawan kebijakan atasan yg akuntabel.
Pada ada situasi kritikal, faktual dan sensitif berkaitan dengan surat Ketua KPK yang menonjob-kan 75 orang dengan meminta mereka menyerahkan tugas dan kewenangannya pada atasannya langsung. Padahal sebagian mereka adalah penyelidik dan penyidik adalah perbuatan melawan hukum.
“Bila surat Ketua KPK yang tidak segera dicabut. Maka, akan punya konsekwensi hukum pada mereka yang kapasitasnya sebagai penyidik dan penyelidik yang punya kewenangan melakukan tindakan pro justisia. Karena tindakan mereka tersebut dapat dipersoalkan dan bermasalah secara hukum,” tuturnya.
Bambang menyebut situasi di atas itu yapat menjadi pintu masuk dan celah hukum bagi para koruptor untuk menggugat tindakan hukum penyelidik dan penyidik KPK yg dinonjobkan oleh Ketua KPK sendiri.
Di sisi lainnya, Ketua KPK dan Pimpinan lain KPK adalah penanggungjawab tertinggi pemberantasan korupsi.
Tindakannya yang melawan perintah Presiden tidak hanya dapat dikualifikasi semacam insubordinasi atau pembangkangan sehingga merupakan tindakan melanggar hukum.
Masih menurut Bambang, “Tapi juga disebut obstruction of justice karena secara langsung atau tidak, telah merintangi tindakan penyelidikan dan penyidikan. Hal ini merupakan kejahatan sesuai UU Tipikor.”
Untuk menghindari situasi yang lebih buruk lagi pada upaya pemberantasan korupai maka demi hukum kebijakan nonjob dari Ketua KPK harus dinyatakan batal demi hukum dan 75 Pegawai KPK mendapatakan legalitasnya kembali.
Kebijakan Ketua KPK dan Pimpinan lainnya harus diperiksa oleh Komisi Ombudsman, apaka telah terjadi maladminstration.
Demikian juga prosedur men-nonjobkan pegawai KPK harus diperiksa oleh Komisi ASN; Ketua KPK harus diperiksa oleh Dewan untuk melihat indikasi pelanggaran etik & perilaku.
Serta untuk yang diberhentikan sementara; anggota Dewas yang membuat pernyataan sehingga menimbulkan potensi konflik kepentingan harus diperiksa Dewan Etik Independen.
Bambang menegaskan, “Metode TWK harus dioeriksa oleh Komnas HAM agar tdk diisntrumentasi sbg alat kepentingan kekuasaan yang potensial disalahgunakan.”
[ad_2]
Sumber Berita