Yogyakarta, Gatra.com – Penghayat kepercayaan perlu mendapat perhatian serius dari negara. Mereka tidak boleh menjadi minoritas: dianaktirikan, dipinggirkan, dan menjadi warga kelas dua. Penghayat kepercayaan hadir bernapaskan Pancasila dan kearifan lokal bangsa Indonesia.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Advokasi dan Kerjasama Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM Diasma Sandi Swandaru di acara “Pemantapan Nilai-nilai Pancasila bagi Penghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Acara ini digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Yogyakarta, Senin (7/6), di Padepokan Paguyuban Bawana Tata.
Diasma menjelaskan, putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 telah mengabulkan uji materi UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagai payung hukum agar penghayat mendapat legalitas mencantumkan kepercayaannya di kolom KTP.
“Hal ini penting karena berimplikasi tentang hak-hak dasar lainnya untuk mendapatkan sertifikat perkawinan, akte kelahiran anak, pelayanan sosial, ekonomi, pendidikan, dan jaminan kesehatan,” ujarnya.
Di samping itu, pemerintah perlu mengafirmasi hari libur bagi penganut penghayat kepercayaan. “Kalau kita melihat kalender, semua agama mendapat hari libur. Bahkan hari libur keagamaan lebih banyak daripada hari nasional,” ujar Diasma.
Usulan kata “dan kepercayaan” saat merancang UUD 1945 pun diterima dan jadilah pasal 29 ayat 2 seperti saat ini. “Indonesia adalah negara berketuhanan dan penghayat kepercayaan mendapat tempat yang sama seperti halnya agama-agama yang diakui negara,” ucapnya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Yogyakarta Budi Santoso menyatakan kegiatan ini bagian rangkaian peringatan Hari Lahir Pancasila. Sebanyak 15 paguyuban penghayat diundang di agenda keempat ini.
“Sebelumnya acara serupa telah dilaksanakan di paguyuban penghayat Sumarah, Angesthi Sampurnaning Kautaman, dan Sapta Darma. Ini merupakan upaya pemerintah daerah membangun warga negara yang senantiasa memiliki jiwa nasionalisme,” katanya
Sesepuh Bawana Tata, Wardoyo Sugianto, menyatakan Pancasila adalah roh bagi penghayat kepercayaan karena semua asas dasar paguyuban penghayat adalah Pancasila. “Saya memastikan penghayat itu 1.000% ya Pancasila,” ucapnya.
Ia menjelaskan, dalam spiritualitas Jawa seperti yang diyakini paguyuban Bawana Tata, Tuhan dipahami sebagai sumber, dasar, dan tujuan dari segala sesuatu, atau sangkan paraning dumadi.
“Spiritual Jawa bisa menghargai dan hidup harmonis atau selaras dengan kepercayaan dan keyakinan lain. Karena menganggap semua itu berasal dari Tuhan, sehingga tidak perlu ada persaingan untuk menunjukkan atau berebut mengenai Tuhan milik siapa yang lebih benar,” ujar Wardoyo.